Senin, 12 Agustus 2013

Yang Murah, Yang Berkualitas


Coba hitung, berapa uang yang Anda habiskan dalam sebulan untuk membeli pulsa? Rp 20.000, Rp 50.000, Rp 100.000, Rp 500.000, atau Rp 1.000.000?
Jawabannya pasti tidak sama dan beda-beda tiap orang. Sebab, itu bergantung apa pekerjaan, penghasilan, status sosial, sampai seberapa penting peran kita di dalam masyarakat. Terkadang juga bergantung moment atau situasi apa yang sedang terjadi. Misalnya, pas lebaran atau saat ada hajatan keluarga, mau tak mau, biaya pulsa membengkak. Telepon sana, telepon sini. SMS sana, SMS sini. Pokoknya, ponsel gak bisa jauh-jauh dari tangan, bibir, dan telinga kita deh.
Belanja pulsa setiap orang itu juga fluktuaktif. Makin banyak ponsel yang dipunya, berarti budget untuk beli pulsa juga harus lebih besar. Kadang, makin besar penghasilan seseorang, semakin besar pula duit yang disedot untuk belanja pulsa. Sewaktu kantong tipis, beli pulsanya ketengan. Tapi pas gajian, pasti dong beli voucher pulsa yang nominalnya paling besar. Pulsa itu seperti bahan pelengkap gaya hidup masa kini yang borderless. “Kayak orang susah aja. Sudah telepon saja. Lama jawabnya kalau pakai SMS,” begitu candaan yang sering terlontar kalau kita lagi nongkrong dengan teman-teman.
Indonesia termasuk negara dengan tarif telepon yang murah, jauh lebih murah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Jika dirata-rata, biaya yang dibayarkan oleh pelanggan untuk ngobrol di telepon hanya sekitar Rp 90-100 per menit. Tarif itu tidak jauh beda dengan di India, meski negari Bollywood itu pernah menawarkan tarif sampai Rp 50 per menit. Coba bandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang tarif teleponnya sekitar Rp 1.000-Rp 1.500 per menit. Jelas, tarif telpon di Indonesia itu murah.
Tarif itu sepertinya sudah dihitung degan tarif atau paket promo yang sering kali diluncurkan operator seluler. Hampir semua operator menawarkan tarif murah, bahkan sempat terjadi perang tarif demi merebut hati pelanggan. Ada paket yang basisnya periode waktu, jumlah menit bicara, hingga bonus pulsa kartu perdana. XL misalnya, dengan membayar tarif Rp 2.000 per hari untuk “Paket Serbu,” pelanggan bisa menelepon 200 menit ke sesama pengguna XL, kirim 1.000 SMS ke semua operator, ditambah akses media sosial, seperti Line, WeChat, dan WhatsApp seharian. Asik bukan!
Tidak heran jika belanja pulsa masyarakat Indonesia terus meningkat tiap tahunnya. Dari survei yang dilakukan Nielsen, 11 persen dari pengeluaran masyarakat kelas menengah adalah untuk belanja pulsa. Nilainya diperkirakan Rp 110.000-Rp 220.000 per bulan. Angka itu lebih tinggi dari rata-rata ARPU yang diterima operator berkisar Rp 40.000 per pelanggan. Hal ini mungkin wajar, karena satu orang bisa memiliki dua-tiga nomor berbeda dari beberapa operator.
Jika di negara berkembang kebanyakan adalah pengguna prabayar, untuk pengguna telepon di negara maju umumnya pelanggan pascabayar. Namun uniknya, tarif telepon di negara-negara maju, seperti kebanyakan negara di Eropa dan Amerika, justru lebih mahal. Di Inggris dan Amerika, pelanggan yang berkomunikasi lewat telepon seluler dikenai tarif sekitar Rp 3.800-Rp 4.000 per menit. Itu berarti hampir 40 kali lipat dari biaya menelepon di Indonesia. Gila, bisa-bisa jika tarif ini berlaku di sini, gaji sebulan bakalan habis hanya buat bayar tagihan telepon.
Murahnya tarif telepon di Indonesia seharusnya lebih membawa manfaat bagi pengguna telepon, dan masyarakat pada umumnya. Sebab, dana pulsa tidak sampai menguras pundi-pundi penghasilan si pemakai telepon, sehingga mereka masih punya cukup uang untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan bergizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, hingga lingkungan yang bersih dan sehat. Malah, dengan paket-paket tarif murah, keuntungan pelanggan berlipat, produktivitas meningkat, dan kesejahteraan keluarga bergeliat. Namun, apakah sudah demikian?  
Data Organization for Economic Cooperation and Develompent (OECD) tahun 2005, menunjukkan posisi Indonesia adalah urutan ke 71 sebagai negara yang punya kualitas hidup baik. Itu artinya, dari kaca mata alat ukur yang digunakan OECD Indonesia belum dinilai punya kualitas hidup yang baik. Karena masih ada 28 juta orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, belum semua anak-anak usia sekolah mengenyam pendidikan hingga SMA, fasilitas dan akses kesehatan belum merata, dan tingkat pencemaran tinggi, bahkan Jakarta disebut kota paling berpolusi setelah Beijing, New Delhi, dan Mexico City.
Meski merayap, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia membaik. Tahun 2012, United Nations Development Programme (UNDP) menyatakan IPM Indonesia naik tiga tingkat menjadi ke posisi 121. Peringkat ini memang di bawah Singapura (18), Brunai (30), Malaysia (64), Thailand (103), dan Filipina (114), sehingga Indonesia masih berada dalam “area” negara pembangunan menengah. Saat ini, angka harapan hidup di Indonesia 69,8 tahun, jauh lebih baik dibandingkan 30 tahun lalu, yang hanya 57,6 tahun. Demikian pula dengan angka partisipasi sekolah naik dari 8,3 tahun menjadi 12,9 tahun.
Naiknya peringkat IPM Indonesia adalah sinyal positif, dan ini tentu saja salah satunya karena peran industri telekomunikasi yang memberikan kemudahan akses dan tarif sehingga membuat para pelanggan tidak perlu bernafas dengan dada yang sesak. Mengapa bisa begitu? Gampang. Mari kita gunakan analogi paling sederhana. Ketika uang di dompet tidak terkuras hanya untuk satu jenis kebutuhan, maka kebutuhan-kebutuhan lainnya akan terpenuhi secara seimbang. Apalagi yang bisa dihemat itu adalah budget pulsa, yang sekarang jadi salah satu pos pengeluaran primer bagi masyarakat Indonesia.

Bisa Menabung
Bayangkan, jika tarif yang sekarang 10 kali lipat lebih mahal, maka belanja pulsa yang harusnya hanya Rp 50.000 menjadi Rp 500.000 per bulan. Apabila gaji saya mengacu standar upah minimum Kota Surabaya misalnya, Rp 1,7 juta, dengan tingginya tarif telepon itu berarti 30 persen penghasilan tersedot untuk belanja pulsa. Sedangkan jika belanja pulsa hanya Rp 50.000-Rp 100.000 per bulan, atau sekitar 3-6 persen penghasilannya, jelas sangat besar bedanya. Selisih yang sampai Rp 400.000 dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar, seperti makanan yang bergizi, pendidikan, dan kesehatan.
Yang lebih penting, pelanggan bisa menghemat dan menabung lebih banyak penghasilan yang dia dapatkan tiap bulan. Taruhlah dengan Rp 400.000 tersebut, seorang bujang yang belum punya istri, bisa menginvestasikannya untuk asuransi kesehatan atau asuransi sekaligus investasi. Jika seorang ayah yang punya anak, uang itu tentunya cukup untuk membeli susu selama sebulan, sudah termasuk membayar premi asuransi termurah untuk kesehatan anak. Untuk ibu yang bijak, uang Rp 400.000 bisa diolahnya menjadi menu makanan bergizi seimbang dan sedikit mewah, meski hanya sebulan dua kali.
Dengan tarif telepon yang murah, seorang kepala keluarga dengan dua anak kembar yang duduk di sekolah dasar, tentu bisa menyisihkan uang dari belanja pulsanya untuk biaya pendidikan anaknya. Seorang guru atau dosen dapat menelepon atau mengirim SMS sesering mungkin tanpa takut bayar mahal untuk mengetahui perkembangan tugas sekolah atau tugas belajar yang dikerjakan siswanya. Tarif internet dan SMS murah, memudahkan dosen memberikan tugas kepada mahasiswa saat dia tidak hadir atau terlambat datang di kelas, sehingga tidak ada lagi jam pelajaran kosong dan pemborosan waktu.
Menurut survei Nielsen tahun 2010 di 9 kota besar di Indonesia, belanja pulsa pengguna ponsel memang menciut. Namun, pendapatan operator seluler tetap tinggi Hal ini mengindikasikan terjadi penurunan tarif telepon yang disambut baik konsumen. Tahun 2010, dari hasil survei, pelanggan yang membelii pulsa kurang dari Rp 50.000 per bulan sebanyak 58 persen, meningkat  dibandingkan angkat tahun 2005 yang hanya 18 persen. Sementara pelanggan yang budget pulsanya Rp 50.000-Rp 100.000 per bulan turuan dari 51 persen menjadi 29 persen, yang belanjanya Rp 100.000-Rp 150.000 per bulan turun dari 13 persen menjadi 6 persen, demikian pula yang belanjanya di atas Rp 150.000 turun dari 18 persen menjadi 7 persen.

Tambah Setoran  
Murahnya tarif telepon yang berbanding lurus dengan terjangkaunya harga ponsel, bahkan yang berbasis telepon pintar dan berbasis android, membuat hampir semua orang dewasa di tanah air ini punya ponsel. Dari manajer kantor perusahaan multinasional, sampai bakul jamu keliling komplek, dari pemilik cafe franchise hingga pemilik warung tegal, dari pilot burung besi sampai tukang ojek di simpang lima, dan sampai wanita karier hingga ibu-ibu rumah tangga. Ponsel adalah pelengkap sekaligus benda pentiing dalam karier atau ketebalan dompet seseorang.
Dulu, tukang ojeg yang mangkal di simpang lima hanya mengandalkan orang-orang yang melintas di pangkalan untuk diantar ke tempat tujuan. Tapi dengan tarif yang murah, mas-mas tukang ojeg bisa menjadi sopir pribadi yang mengantar sekaligus menjempet penumpang. Jika belum ada panggilan, dia pun aktif menanyakan apakah si penumpang sudah waktunya dijemput. Hal yang sama dengan sopir mobil jeep rental di Bromo, yang akan menjemput sesuai dengan waktu yang disepakati di area parkir. “Nanti saya telepon mbak kalau sudah jam (pukul) 08.00, terus saya antar mbak dan teman-temannya ke atas (tempat parkir) lagi. Boleh minta nomor teleponnya mbak?,” tanya sopir jeep kepada temanku.
Pengalaman soal murahnya biaya telepon, memudahkan tukang pijat langganan saya datang dan pergi ke rumah pelanggannya, meski dia (maaf) tunanetra. “Saya sengaja pasang nomor HP saya di plag (papan) depan gang rumah. Supaya nanti kalau ada orang yang butuh tinggal telepon saya,” begitu kata dia. “Setelah ada panggilan, saya baru telepon tukang ojeg langganan saya untuk mengantar dan jemput saya nanti. Begini kan sama-sama enak, saya dapat untung, teman saya yang tukang ojeg juga dapat,” dia menjelaskan.
Paket tarif murah membuat siapa saja bisa berpromosi lewat SMS dan menelepon bermenit-menit calon klien yang akan mendatangkan keuntungan. XL misalnya, dengan “Paket Serbu” pelanggan hanya perlu membayar Rp 2.000 per hari sudah bisa mengirimkan sampai 1.000 SMS kepada siapa saja dan ke operator mana saja. Demikian pula dengan operator lain seperti Indosat dan Telkomsel, dengan paket tarif murahnya. Jika Indosat IM3 memberikan fasilitas SMS gratis ke semua operator setelah penggunaan telepon minimal Rp 250, maka pengguna kartu Simpati bisa mendapatkan 1.000 SMS dari paket SMS Mania setelah melakukan aktivasi dengan tarif Rp 2.500 per hari.
Seandainya saya pemilik cafe kecil-kecilan di Bandung yang baru grand opening, pastilah paket-paket tarif murah itu akan langsung saya manfaatkan untuk memudahkan aksi promosi ke teman-teman lewat SMS atau media sosial. “Hi guys, gue baru buka cafe di Dago, menunya asik dan ada live music, kalau butuh tempat nongkrong mampir ya,” begitu mungkin kira-kira bunyi pesan yang bakal aku sebar kepada 1.000 teman.
Tarif telepon, SMS, dan internet melalui ponsel (data) murah jelas meningkatkan produktivitas seseorang. Order, job, pesanan, atau tugas-tugas bisa diinsormasikan dengan mudah dan murah, efisien dan efektif. Bos tidak harus selalu mengadakan meeting di ruangan, jika rapat itu bisa dilakukan secara teleconfrence lewat telepon atau media sosial. Seorang seniman tak perlu lagi harus saling bertemu untuk membuat karya musik bersama, cukup dengan saling menelepon atau chatting di WhatsApp dan WeChat untuk berbagi materi. Tinggal jreeng jreeng dan lalalala yeyeye, kirim, dengarkan, diskusi, edit, dan voila, jadilah sebuah lagu.

Makin Akrab, Makin Sayang
 “Dulu, jarak membelah kita. Kini, tak ada jarak yang mampu memisahkan kita,” begitu rayuan temanku, seorang laki-laki kepada kekasihnya yang terpisah ratusan kilometer, antara Surabaya-Bogor. Hubungan jarak jauh adalah momok paling ditakuti siapa pun. Tidak bisa ngobrol, tidak bisa say hello, tidak bisa bilang “I love you,” dan sebagainya. Untunglah, para operator telepon ini menjadi dewa-dewi penolong. Terbukti, tiap hari pasangan ini saling mengirimkan belasan pesan lewat SMS atau WhatsApp.
Tarif bicara, berkirim pesan, dan data yang murah, membuat hubungan keluarga, pertemanan, dan percintaan makin harmonis. Seorang ayah tidak perlu lagi khawatir bagaimana kabar putrinya yang sedang berkuliah di Jogjakarta. Karena kapan pun si ayah bisa menelepon putrinya yang sama-sama jadi pelanggan di satu operator.  Kawan yang terpisah jauh dan sudah lama tidak bersua, bisa tetap saling berkomunikasi, atau seorang bos yang baik hati menanyakan kabar anak-anak buahnya yang tersebar di seluruh nusantara. “Gimana, kerjaan lancar di sana? Ada kesulitan tidak? Ada isu yang menarik tidak yang bisa dijadikan bahan tulisan?,” tanya Mas Haryadi, bosku dulu, sewaktu aku bekerja di salah satu kantor penerbitan.
Seperti XL dengan program “Paket Akrab”-nya, yang akan semakin mengakrabkan tali silaturahmi. Sebab, hanya dengan Rp 5.000 dan mendaftarkan 2 nomor kerabat yang juga pengguna XL, pelanggan sudah bisa mendapat gratis telepon satu jam dan 60 SMS per hari selama lima hari. Wow.., kalau begini pacaran jarak jauh pun tidak masalah, toh telepon murah bisa dilakoni kapan saja. Banyak pilihan paket yang disediakan sembilan operator telepon di Indonesia. Dengan begitu, kerja tidak terganggu karena komunikasi tetap bisa terjalin lancar, sehingga produktivitas tetap berkualitas. 
Tarif telepon murah, yang sempat dipelopori oleh XL sekitar enam tahun lalu, merupakan peluang bagi pelanggan telepon, termasuk saya, untuk mempertebal produktivitas dan menggapai kehidupan yang lebih sejahtera. Jadi, tidak selamanya yan murah itu tidak berkualitas. Murah apabila dipadankan dengan kreativitas dan bekerja yang bijak, akan menghasilkan sesuatu yang berkualitas, termasuk hidup yang berkualitas.

-yudathant-
(timbuktu h)
Tulisan ini diikutsertakan dalam "Lomba Karya Tulis XL Award 2013"

Sumber data:
Tarif Telepon di Indonesia Paling Murah Sejagad, diakses dari situ http://www.merdeka.com/uang/tarif-telepon-di-indonesia-paling-murah-sejagat.html
Survei: Biaya Telekomunikasi Tak Lagi Mahal, diakses dari situs http://www.tempo.co/read/news/2011/02/08/090312035/Survei
Indeks Kualitas Hidup, diakses dari situs http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Kualitas_Hidup
Paket dan tarif XL, diakses dari situs http://www.xl.co.id/id/prabayar
Tarif IM3, diakses dari situs http://www.indosat.com/im3


Tidak ada komentar:

Posting Komentar