Kamis, 31 Januari 2013

Bali 3M (part-two)

lanjutan ... 

Hari keempat di Bali. Rasanya, Bali sudah seperti pulau milik kita sendiri. Setengah pulau dewat ini telah  kita jelajahi. Mentari pertama dan hujan pertama di tahun ini pun telah kita nikmati. Peserta liburan juga sudah bertambah satu orang. Si pemilik mobil yang datang nyusul karena abis liburan bareng keluarga besarnya di Jepara. 

"Aku pokoknya mau main air. Aku pengen main parasailing, main di pantai, di Tanjung Benoa," seru Giska, dengan muka coklat terbakar terpapar matahari di Laut Jawa. Tidak ada yang protes, karena kita semua memang sudah sepakat, permainan air akan dilakukan setelah anggota liburan ini lengkap. 

Sayangnya, cuaca kurang mendukung. Bayangan mendung dan hujan sudah mengguyur sejak pagi hari. Maklum, sekarang memang musim hujan. Tapi, show must go on!. Berbekal koneksi dari om ku, kita melajukan mobil Jazz ke Pantai Tanjung Benoa, setelah menjemput salah satu teman kampus yang tinggal di Bali. Miss Fifi namanya. "Nanti kalau sudah sampai di sana, ketemu sama Om Ketut Wike. Om udah bilang kalo kamu ponakan om, dan dia janji mau kasih diskon," pesan om ku kepada kita. Wah diskon, asiiikkkk..., teriak girang dalam hati. (oh ya maaf, nama tempatnya sengaja gak disebut, ntar pada kalian minta diskon juga, hehehe..)

Hujan gerimis masih setia menetes dan membasahi petualangan kita, saat tiba di Tanjung Benoa. "Bilang aja kalian mau main apa, ntar bilang sama petugasnya. Kalo mau makan bilang juga yah," ujar Om Ketut Wike menyambut kedatangan kita. Dan usut punya usut, ternyata kita tidak diberi diskon, tapi diberi gratis semua permainan yang mau kita mainkan. Busyeeettt..., gratis chuuuiii..!! 

Antara girang dan tidak enak hati. Soalnya, tarif sewa permainan yang dibandrol relatif mahal. Untuk main banana-boat atau water-tubing, tarifnya Rp 150.000 per orang. Kalo parasailing, flying fish, atau jetski, tarifnya sekitar Rp 300.000 per orang. Sedangkan dive-walk sampai Rp 900.000 per orang. Gila..!! mahal amat. Untungnya, temen-temen juga merasa nggak enak hati kalo semua dibayarin, meski pengen banget (sumpah deh) menikmati berjalan di bawah laut sambil diving. 


Puas menikmati permainan air di pantai Tanjung Benoa. Puas tertawa, puas basahnya, dan puas happy-nya. Kami balik kanan, dan segera meuncur ke Pura Uluwatu, yakni pura yang terletak di atas tebing bagian selatan Pulau Bali. Dari Benoa ke Uluwatu tidak jauh, hanya sekitar 1 jam. Pemandangan nan eksotis terpampang ketika berdiri di atas tebing curam itu. 

Oh ya, tolong dicatat, monyet di sini nakal-nakal, jadi hati-hati dengan barang bawaan kalian. Terutama kaca mata, gak tahu kenapa, mungkin mereka juga pengen bergaya ala-ala turis pake kaca mata hitam.

Malamnya, tujuan kami berikutnya adalah ke pusat oleh-oleh. Temen sebenarnya pengen ke Sukowati, pasar tradisional yang sudah sejak jaman gue belum lahir sudah jadi tujuan turis buat belanja oleh-oleh. Tapi, karena udah kemaleman, dan alasan biar gak ribet, kita memilih ke toserba khusus oleh-oleh. Ada dua pilihan, yakni Krishna atau Erlangga. Keduanya menawarkan semua jenis souvenir, dari sarung, baju 30rb-an, celana bali, sampai makanan khas bali. Komplit pokoknya. Enaknya, parkiran luas dan buka sampai jam 9 malam. Mantab kan!

Capek belanja oleh-oleh, tujuan selanjutnya adalah rumah saudara di Tabanan, untuk jadi tempat kita tidur malam ini. Muter-muter sebentar, akhirnya sampai juga. 

Hari terakhir di Bali, kami khususkan untuk mengunjungi Tanah Lot. Salah satu tujuan wajib turis manca negara yang bertandang ke Bali. Sayangnya, lagi-lagi hujan gerimis. Dasar lapar mata, temen-temen pun melanjutkan belanja oleh-oleh di pasar seni di Tanah Lot. Belanja.., belanja.., belanja.. Oh ya, dua temen sempet bikin tattoo temporer buat kenang-kenangan sudah pernah ke Bali. (Gak seru kalo cuman temporary, permanen dong!! hehehe..) 

Siang berlanjut sore. Karena merasa lelah, aku putuskan untuk berangkat balik ke Surabaya malam saja, sehingga sore hari kita istirahat dulu di rumah nenek. Dan benar saja, sore hari hujan deras mengguyur, dan berhenti merintik menjelang malam. Rupanya perjalanan pulang kami direstui, hehehe.. Tidak seperti berangkat, baterai teman-teman sudah mulai drop. Jadi, alhasil perjalanan pulang kurang bersemangat, dan lagi-lagi ini jadi beban buat "nahkoda" yang gak boleh ikutan drop. Lagi-lagi, kami direstui, karena penyeberangan di pelabuhan lancar jaya, dan perjalanan juga gak ada hambatan. Setelah 12 jam perjalanan (termasuk berhenti di pom bensin di Situbondo, untuk tidur 2 jam dan sarapan pagi di Pasuruan), akhirnya nyampe juga di Surabaya. Amin... 

 - yuda thant - 


Minggu, 13 Januari 2013

Bali 3M, Murah-Meriah-Muntah (part1)

Where you wanna go to celebrate new year party this year? How about Bali??

Bali? Hammmpphh..., nafas panjang menghembus perlahan. Tidak selera. Yah, sebenarnya gak selera. Sebab, semua orang pasti ingin ke Bali saat liburan tahun baru. Apalagi orang-orang di Pulau Jawa, aku pastikan berbondong-bondong pergi ke Bali. Jadinya Bali pasti padat, rame, dan maset. 

"Ayolah..., kan kita rame-rame ke sananya" bujuk temen-temen di Genk Koplak. 

Sebenarnya sih ingin banget menghabiskan tahun baru dengan seseorang. Seseorang yang pernah dan masih mengisi hati ini. Seseorang yang membuat aku merasakan cinta. Stop! Hentikan khayalanmu. Gak usah mellow. Gak usah galau!! 

"Oke, aku ikut kalian. Ntar kita gak usah nginep di hotel. Kita nginep di rumah nenek ama om aku," usulku singkat. Dan mereka pun menyetujui rencana tersebut. Ntar kita naik apa? (Segudang usulan bertebaran, transportasi apa yang akan kita gunakan menuju dan selama di Bali). Keputusannya, kita naik mobil Honda Jazz. 

Hari yang ditentukan pun tiba. Tanggal 28 Desember malam kita berangkat dari Surabaya. Menit-menit terakhir, seorang teman, yang bertugas jadi sopir cadangan, membatalkan liburan ini karena Ayahnya sakit. Mau gak mau aku jadi sopir tunggal selama 6 hari perjalanan nanti. "Pokoknya kalo aku nyetir harus ada yang gak tidur buat temen ngobrol. Kalo semua tidur, aku juga ikut tidur," ancamku kepada Nana dan Ade yang jadi penumpang. Benar-benar penumpang, karena mereka berdua gak bisa nyetir.

Benar dugaanku, banyak sekali wisatwan yang menuju ke Bali. Di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, kami harus mengantre selama 3,5 jam hanya untuk naik ke kapal ferri yang melintasi Selat Bali. Mata udah sedikit mengantuk karena perjalanan sekitar 7 jam dari Surabaya-Ketapang. Ditambah lagi harus mengantre 3 jam lebih. Mana lagi perjalanan dari Gilimanuk ke Tabanan butuh waktu 3 jam. Untunglah, sampe di rumah nenek di Tabanan dengan selamat, hehehe.. dan langsung terkapar tidur sampe sore. 

Hari berikutnya, perjalanan liburan dimulai. Rute pertama adalah Bedugul, Pura Danau Bratan. Dari sana kami akan melanjutkan ke Ubud lalu Denpasar. Meski orang Bali, aku gak hapal-hapal banget Bali, hehehe..., Jadi peta dan bertanya kepada orang di jalan adalah modal kami menuju tiap lokasi wisata. Unlucky, kita kesasar pas menuju Bedugul, akibatnya waktu terbuang sekitar 2 jam. 

Tapi, karena kesasar, kami melewati daerah Jatiluwih, sebuah kawasan pedesaan Bali yang diburu turis asing. Sekitar 45 kemudian kami sampai juga di Bedugul. Pemandangan yang tergambar di uang pecahan Rp 50.000, sebuah pura yang terbangun di tepi danau, akhirnya kami nikmati. Terik matahari menyambut kami di tengan pemandangan yang asri. 

Puas mengambil foto, perjalanan pun dilanjutkan menuju Ubud. Sempat berhenti karena hujan yang deras, sambil berteduh kami menikmati bakso ayam. Satu-satunya bakso yang bisa aku nikmati, karena aku tidak makan bakso sapi, hehehe... Jangan harap ada bakso ayam di Jawa. 

Lagi-lagi, kami terjebak macet. Kali ini Ubud yang sudah ditata bak Legian Kuta, dipadati mobil-mobil dan minibus yang membawa ratusan turis asing dan lokal. Monkey Forest, adalah tujuan kami di Ubud. Sebab, pemandangan Ubud yang terkenal itu tak tampak karena tertutup mendung dan gerimis. Ohya, perinngatan yang dah di-word of mouth-kan dari dulu adalah "beware of the monkeys". Mereka suka nyomot barang-barang atau makanan yang pelancong bawa. 

Hari berikutnya, kami harus men-servis mobil dan mengganti oli mobil, sehingga waktu terbuang setengah hari, padahal tujuan kita adalah Singaraja, sekitar 3 jam dari Denpasar. Singgah sekejap melihat Kintamani yang kami lintasi, aku melanjukan kembali mobil Jazz ini menuju Pantai Lovina untuk menikmati malam pergantian tahun. Senja terakhir di tahun 2012 kami nikmati di pantai utara Bali. Begitu pula malam terakhir dan pagi pertama 2013 akan kami nikmati di Pantai Lovina.  

Selepas pesta kembang api, kami kebingungan mencari tempat menginap. Lebih dari 8 hotel, losmen, dan homestay yang kami datangani penuh. Untunglah, sebuah hotel murah seharga Rp 60.000 kami dapatkan saat jam di mobil sudah menunjukkan pukul 02.00 WITA. Tanpa ba-bi-bu, kami masuk ke kamar, cuci muka/gosok gigi, dan langsung tidur. Sebab, besok pagi kami berencana menikmati fajar perdana 2013. 

Sekitar pukul 06.15 di Pantai Lovina, kapal-kapal jukung berpenumpang turis lokal dan asing pergi meninggalkan pantai. "Mau lihat lumba-lumba tidak mas?" tawar seorang guide di pinggiran Pantai Lovina. "Saya kasih Rp 200.000 satu kapal," ujar laki-laki itu. Setelah berpikir singkat, kami pun mengiyakan tawarannya. Kapal kami adalah kapal terakhir yang menuju ke tengah laut. 

Melaju dengan kecepatan 40km/jam, perahuini membawa ke tengah lautan sekitar 1 jam lamanya. Sekitar 30-an perahu menyebar di tengah laut. Pandangan mata para penumpang di semua kapal itu menyapu lautan. Mencari sosok lumba-lumba yang bermain di permukaan laut. "Itu di sana" teriak nelayan yang menyupir kapal jukung yang membawa kami ke laut. Kapal pun diarahkannya ke lokasi terlihatnya punggung dua lumba-lumba menyembul dari dalam laut. 

Tak lama kemudian, beberapa lumba-lumba juga memamerkan tubuhnya, bergantian. Seekor dolphin pun sempat menari di udara. Tariannya di udara yang hanya seperlima detik itu membuat decak kagum ratusan turis yang sempat melihatnya. "Mas, sepertinya cuaca mulai tidak bagus. Kalau boleh kita sekarang balik ke pantai," pinta nahkoda kapal kami. "Oke bli," jawabku. Ternyata benar, tak sampai 15 menit, angin mulai bertiup kencang. Kapal bermesin motor tempel ini, agak kesulitan merapat ke panati. Butuh waktu 30 menit lebih lama dari waktu berangkat tadi, karena kapal harus melawan angin. 

Ok, rute hari ini adalah kembali ke Denpasar, karena ada satu kru yang harus dijemput di Bandara. Jika kemarin berangkat ke Lovina melalui Kintamani, kali ini kami akan menyusuri Bali timur, lewat daerah Klungkung dan mampir ke Pura Besakih. Pura Besakih adalah pura terbesar di Bali, yang jadi sentral tempat ibadah umat Hindu di Bali. Perjalanan hari ini terasa meletihkan. Sudah hari ketiga aku menyetir sendirian, at least 800 km jalanan aspal aku lewati. (huuhh...., I need sleep..) 

Well, next story soal liburan di Bali (part 2) pasti lebih seru, karena ada tips-tips yang bakal aku share buat kalian. 

(bersambung) 

-yuda thant-