Kamis, 17 Agustus 2017

Merdekalah Cita-cita!

Langit masih gelap saat pagar rumah aku rapatkan. Satu dua bintang masih bersinar di sudut-sudut langit kala aku meninggalkan komplek perumahan. Dingin pagi menyambut saat motor mulai aku pacu dengan kecepatan 70 km/jam dari Jakarta Barat menuju Jakarta Timur, Pulogadung. 

Pukul 05.15, aku sudah berada di tengah jalan ibu kota. Biasanya, jam segini aku masih meringkuk di balik selimut. Namun, pagi ini, dalam waktu satu jam aku harus tiba di sekolah yang berada di belakang Terminal Pulogadung. Kupacu lebih cepat lagi motorku, beradu cepat dengan pekerja-pekerja lain yang sudah mengawali harinya mungkin lebih dini ketimbang aku. 

"Kalian di mana? Aku sudah di dekat sekolah. Tempat parkir motor di mana ya?" pesan singkat aku ketik dan kirim di grup Kelas Inspirasi Jakarta 29. Dalam sepuluh detik tak ada jawaban, aku pun bawa motor ini masuk ke gang-gang kecil menuju sekolah SDN Pulogadung 01 Pagi. 

Puluhan anak berbaju pramuka tampak sudah memenuhi sekolahnya. Orang tua sibuk mengantar anak-anaknya dari balik pagar dan tembok sekolah. Suara teriak dan tawa anak-anak bergemuruh di semua sudut sekolah. Para guru pun berlalu lalang menyiapkan lapangan yang akan digunakan upacara. 

"Yang lain mana mbak?" tanya aku kepada Mbak Yanti, fasilitator KIJ-29. "Sebentar lagi sampai, masih dalam perjalanan. Ayo masuk aja ke ruang guru, kita bertemu dengan kepala sekolahnya," ajak Mbak Yanti. 

Satu per satu teman-teman inspirator pun berdatangan. Wajah mereka ceria dan bersemangat. Mereka masing-masing datang membawa bekal media peraga untuk memberikan inspirasi kepada siswa-siswi sekolah ini. Gulungan karton warna-warni, tas berisi alat-alat farmasi, laptop, proyektor dan alat peraga pun disiapkan. Semua sudah siap tempur. 

Sebenarnya mau apa kami di sini? Pagi-pagi sudah sibuk di sekolah. Sibuk membawa alat media peraga. Sibuk berlatih gerakan dan tepuk-tepuk yang beragam. Sibuk mendiskusikan skenario saat ada di kelas. 

Kami adalah bagian dari Kelas Inspirasi Jakarta, sebuah gerakan dan komunitas sukarela yang dibentuk untuk menumbuhkan semangat dan cita-cita anak-anak Indonesia. Membangun mimpi dan harapan bahwa anak-anak Indonesia punya masa depan yang cerah, secerah apa yang kami mampu capai dalam berkarya dan bekerja di bidangnya masing-masing. Di Jakarta, tahun ini, ada sekitar 40 kelompok yang terjun ke sekolah-sekolah di hari yang sama ini, Senin, 14 Agustus 2017. 


Kami tak saling kenal. Kami pun tak saling tahu sebelumnya. Mungkin hanya 4-5 orang saja yang sudah saling mengenal sebelumnya melalui kegiatan yang serupa. Kami datang dari latar pekerjaan yang beragam. Mulai dari dokter, auditor, tenaga pemasaran, teknisi industri otomotif, pekerja media, pustakawan, apoteker, humas, bahkan terapis anak-anak berkebutuhan khusus. Kami masing-masing memiliki keunikan dan cerita yang bermacam-macam. 

Namun, kami berangkat dengan tujuan yang sama, yakni menginspirasi anak-anak bahwa mereka mampu menjadi seperti apa yang kami capai. Bahwa mereka bisa mengejar mimpi dan cita-citanya setinggi apa yang mereka mau. Meyakinkan bahwa masa depan mereka sebesar kami jika mereka mau bercita-cita dan bekerja keras menggapainya.  

Kami di sini hanya ingin mengajak mereka untuk merdeka memilih cita-cita. Memandu mereka merdeka memimpikan pekerjaan yang ingin dicapai. Menantang mereka merdeka menjawab masa depannya. sebab, mereka punya hak untuk merdeka menentukan masa depannya. Semerdeka mereka tertawa, berteriak, bernyanyi, melompat, dan bermain.  

Meski terlambat dari jadwal yang telah disusun, kami masuk ke kelas masing-masing sesuai rencana. "Nanti tidak ada kelas kedua. Setelah kelas pertama, siswa langsung pulang. Sebelum pulang, mereka di bawa ke pohon cita-cita menempelkan cita-citanya di sana," jelas Andika, ketua kelompok 29

Di kelas, pertunjukkan pun di mulai. Aku satu kelompok dengan Ve dan Pra. Kami mengenalkan kepada adik-adik di kelas bahwa kami bertiga adalah sahabat sewaktu di sekolah. Kami punya hobi dan pekerjaan yang berbeda-beda, tapi tetap saling berhubungan dan saling membutuhkan. 

Untuk mencairkan suasana, kami pun mengawali perkenalan dengan bermain "tupai pemburu." Keceriaan tersemburat di wajah anak-anak saat mereka harus berlari mencari pohon baru. Dan kami pun berkeringat juga ngos-ngosan. Tapi kami senang. Selanjutnya, satu per satu kami mengenalkan siapa dan apa pekerjaan kami sehari-hari. 

Sering kali, cukup sulit menjelaskan apa pekerjaan kami jika pekerjaan itu tidak familiar terdengar di telinga anak-anak. Umumnya, mereka hanya mengenal dokter, polisi, tentara, insinyur, guru, atau pemain bola. Tidak banyak yang tahu apa itu pekerjaan analis, auditor, terapis, IT security, koordinator program, konsultan, atau media planner. Alhasil, pelan-pelan kami mencoba menjelaskan apa yang kami kerjakan dengan cara sederhana dan memakai alat bantu. Untuk lebih mudah, kami pun bermain peran. Mengajak mereka berlaku seperti pekerjaan yang kami lakukan setiap hari. 


Keceriaan berlanjut hingga sore.  Kami bermain dan bergembira bersama anak-anak. Tawa dan canda pun menyeruak di tiap kelas. Kelakuan anak-anak yang lucu dan bahkan "ganjil" mewarnai pengalaman kami di kelas. Dari cerita teman-teman, ada yang mendapatkan ciuman hangat dari anak-anak, ada yang dipukul tangannya karena si anak memang suka memukul, ada yang harus dipeluk supaya diam dan mau duduk mendengarkan penjelasan, bahkan banyak yang menjadi idola baru siswi-siswi di sekolah tersebut. 


Banyak cerita di tiap kelas, sebelum akhirnya siswa-siswi itu menempelkan stiker bertuliskan mimpi dan cita-citanya di selembar spanduk bergambar balon udara yang kami sebut pohon cita-cita. "Aku mau jadi pemain bola seperti (Cristiano) Ronaldo," ujar seorang anak. "Kalau saya mau jadi pelukis, boleh kan kak?" tanya seorang anak lainnya. "Saya mau jadi insinyur. tulisan insinyur yang benar seperti apa kak?' tanya siswi penuh semangat. 

Silakan tuliskan cita-citamu adik-adikku. Tuliskan apa saja yang kamu suka, apa yang kamu inginkan. Satu, dua, atau tiga cita-cita, bebas, tulislah di kertas itu. Lalu terbangkan bersama balon udara. Terbang tinggi, setinggi mimpi dan cita-cita yang kau angankan. 


Jangan pernah takut bermimpi. 
Jangan pernah gentar bercita-cita. 
Jangan pernah ragu untuk mengerjanya. 
Jangan pernah lupa bahwa kau merdeka untuk bercita-cita. 

- @yudathant -