Kamis, 15 Agustus 2013

Homesick, Bukan Rumah Sakit

Pertengahan Agustus ini hingga awal September nanti, kampus-kampus pasti akan disibukkan dengan ribuan mahasiswa baru. Masa orientasi kampus telah tiba. Sebenarnya, bukan cumanpihak kampus dan fakultas yang sibuk, si calon mahasiswa ini juga gak kalah sibuknya. 

Ada yang semangat, karena akan menjadi mahasiswa, ada yang resah karena harus jauh dari orang tua merantau di kota lain demi menuntut ilmu, dan malah ada yang panik karena takut tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru. 

"Om, pas kuliah homesick gak?" tanya Nuz, pacar dari keponakanku. "Ya iyalah. Pasti, Sebulan sampai pulang dua kali. Gak betah di Jogja. Tapi setelah satu-dua semester berlalu, malah jarang pulang. Hahahaha...," jawabku sambil menyetir mobil dari Pasuruan menuju Surabaya. 

Penyakit homesick, kalau boleh disebut penyakit meski tidak ada gejala-gejala medisnya, adalah gejala normal yang sering muncul saat kita berada di lokasi baru untuk waktu yang relatif lama. Menurut kamus Oxford, homesick itu adalah perasaan seseorang yang rindu rumah atau kampung halamannya. Hal serupa dijelaskan oleh Chris Thurber dan juga Edward Walton dalam makalahnya yang diterbitkan di jurnal American Academy of Pediatrics, bahwa homesickness didefinisikan sebagai penderitaan dan penurunan fungsional akibat pemisahan dirinya dengan rumah atau objek-objek tertentu.


Makanya, homesick sebenarnya wujud dari distress (stress) seseorang yang muncul karena terpisah dari lingkungan (rumah) tempatnya biasa bermukim, atau tidak berada di lingkungan dengan budaya, kebiasaan, dan orang-orang yang dikenalnya. Perasaan ini muncul di saat kita berada di situasi, kondisi, dan lingkungan yang baru, dan mungkin benar-benar asing dengan kehidupan kita biasanya. Misal, jika di kampung kita biasa ngobrol dengan cablak dan makanan serba asin pedas, tapi di tempat baru ini kita harus bicara lebih halus dan makan hidangan yang cenderung manis rasanya. 

Homesick memang biasa dirasakan oleh para remaja atau dewasa muda yang baru pertama kali pergi jauh dari rumahnya. Alasan mereka pergi dari rumah adalah untuk sekolah, liburan, atau pindah rumah. Rasa kangen dengan orang tua, kakak-adik, pacar, teman satu genk, sampai hewan piaraan, biasanya berujung pada kondisi homesick. Konon, perasaan ini muncul secara naluriah karena mausia adalah makhluk yang membutuhkan perasaan (zona) nyaman, aman, terlindungi, dan dicintai. Gejala-gejala homesick yang sering kali terlihat adalah lesu tak bergairah, sedih, gak punya semangat, kadang juga gampang marah, sampai muncul sindrom agoraphobia (takut jika orang-orang di tempat baru tidak akan membantunya). 

Tapi, tidak semua orang dan pada usia yang sama akan mengalami homesick. Rasa stress ini akan timbul (bukan nama pelawak srimulat) berbeda-beda tiap orangnya. Bahkan, kadar homesicknya pun berbeda-beda. Ada yang cuma sesaat, tapi ada juga yang sampai stress berat sampai gak bisa makan dan tidur. 

Ckckckckk..., sampai segitunya. 

Obat paling mujarab adalah membawa si penderita homesick pulang ke kampung halamannya, dan bertemu dengan orang-orang yang dicintai dan mencintainya. Tapi metode ini tentu tidak terus menerus bisa direkomendasikan. Sebab, apabila kampungnya jauh nan berada di daerah antahberantah, tentu saja ongkos, waktu, dan tenaga untuk bolak-balik tiap bulan untuk melepas kerinduan bakalan sangat mahal. Cara ini juga tidak menyembuhkan, malah membuat "penyakit" ini menjadi bayang-bayang yang akan terus mengikuti kemana kita pergi. Repot kan!

Supaya tidak homesick itu tidak susah kok. Awalnya memang sedikit berat, namun karena manusia juga makhluk yang mudah beradaptasi, maka secara alamiah derita homesick itu akan pudar dengan sendirinya. Tips ini mungkin pas buat temen-temen yang baru saja pindah ke kota lain untuk kuliah dan tugas belajar. 

1. Cari kenalan baru sebanyak-banyaknya. Kalau perlu, satu kampus diajak kenanalan semua. Biarin kalau ada yang bilang kamu sok jual diri. Sebab, sebagian besar dari mereka yang juga "anak rantau" yang butuh teman baru untuk dapat beradaptasi di "rumah" barunya. Malahan, kalau perlu, kenalan sama semua dosen, penjaga parkir, sampai ibu-ibu yang jualan di kantin. Jika sudah punya banyak kenalan, tidak ada salahnya ajak mereka berkumpul untuk diskusi atau belajar kelompok. Sembari belajar sambil menjalin keakraban. Sapa tahu malah jadian, hahaha... 

2. Ikut kegiatan kampus supaya kamu gak merasa sendiri dan selalu kangen dengan rumah. Kesibukan ekstrakurikuler dan aktivitas positif di luar tugas-tugas kuliah merupakan media "hiburan" yang murah dan bagus untuk pengembangan potensi juga bakat kita. Siapa tahu, waktu ikutan ekskul malah dapat pacar baru, jadi selebritis kampus, dan jadi mahasiswa paling beken se-jagad kampus. 

3. Buat komunitas atau bergabung dengan komunitas yang berasal dari satu daerah atau kampung yang sama. Misal, kerukunan mahasiswa Sunda, Bali, Purwokerto, atau lainnya. Tujuannya, pengobat rasa rindu saat kita homesick dengan kampung halaman, sekaligus membuat jejaring dengan orang-orang dari satu kampung yang berada di negeri orang. Biasanya, di sini kita bisa ngobrol dengan bahasa daerah kita dan saling curhat kalau kita lagi rindu ama emak di kampung, hehehe... 

4. Jelajahi daerah baru tempat kamu tinggal. Mulai dari kampus tempat kamu belajar, gang-gang tembus di sekitar kos-kosan, pasar-pasar tempat jual barang-barang unik yang bagus untuk dikoleksi, lokasi-lokasi wisata di sekitar kampus, sampai kota-kota kecil di sekitar kota tempat kampus kita berada. Dijamin, banyak petualangan dan cerita seru yang bakal bisa kamu ceritakan kepada keluarga di rumah saat pulang kampung nanti. 

5. Berkunjung ke rumah-rumah teman yang dekat dengan kampus untuk silaturahmi sembari menikmati suasana rumah yang kamu rindukan. Maklum, kadang-kadang suasana kos-kosan dan kampus bikin otak kita jenuh, sehingga kita butuh refreshing. 


Aku rasa lima trik di atas, yang aku praktikkan selama kuliah 4,5 tahun di Jogja, itu sudah cukup dan terbukti manjur. Malahan, aku jadi betah tinggal di Jogja, karena ada sesuatu di kota dan penduduk Jogja yang tidak aku dapatkan di Surabaya. Begitu juga sebaliknya. 

Seperti peribahasa lawas yang dulu pernah dijelaskan oleh Bu Wayan, guru kelas VI SD-ku dulu, "dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung." Yang intinya, kita harus mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal kita yang baru supaya kita dapat bertahan dan survive. And, I will survive..!!! 


-yudathant-
 

1 komentar:

  1. sebulan-dua bulan nggak betah di jogja.dua semester jarang pulang.giliran lulus ogah meninggalkan jogja :)) btw itu ponakan dah punya pacar, mana pacar om mimiii? :D

    BalasHapus