Rabu, 28 Agustus 2013

Berlomba menjadi Pengabdi Negara


Akhir pekan lalu, sahabat baik ku melontarkan pertanyaan, "Kamu daftar PNS gak? Daftar yuk", ajak dia sekaligus. "Memang kamu mau daftar apa? Jawabku. “Aku mau daftar ke Kementerian Kelautan, sesuai dengan kuliah aku dulu,” jawabnya. “Kalau gak salah pendaftaran nanti dibuka mulai 1 September. Ayo kita siap-siap. Aku mau legalisir ijazah dulu,” ajaknya antusias lagi.
Kalau "matahariku" ini niat hijrah menjadi PNS, berarti dia harus melepaskan kursi empuknya di bank swasta yang dia rintis sejak 6 tahun lalu. Entah apa alasannya ingin menjadi pegawai negara, tapi yang pasti tawaran itu menggoyahkan hati ku. Jadi PNS a.k.a pegawai negeri sipil, emang aku mampuTanya hati kecil ini.
Sejak Juli kemarin, kehebohan penerimaan PNS sudah terasa. Seorang teman di kampus pun sengaja menunda balik ke Surabaya karena dia berniat mendaftar dan mengikuti tes CPNS di kotanya, di serambi Mekah. Katanya, lumayan lah coba-coba, siapa tahu tembus, kilahnya. Seorang teman kampus lainnya, sibuk menanyakan di mana alamat BKD (badan kepegawaian daerah) Surabaya dan Jatim. Saat kutanya untuk apa, dia menjawab “Mau lihat formasi (PNS yang ditawarkan) mas bro,” ujarnya.
Malahan, tadi pagi, kakak perempuanku memposting daftar alamat situs seluruh kementerian yang membuka lowongan PNS tahun ini. Dia menyarankan aku mendaftar CPNS, sembari menamatkan pendidikan pascasarjana. Alhasil, aku pun mulai berselancar di internet mencari informasi tentang penerimaan CPNS tahun ini.

Segudang alasan membuat orang berbondong-bondong mendaftar sebagai pegawai negara. Mulai dari jaminan dan tunjangan hari tua, opsi tidak akan dipecat atau dirumahkan (selama tidak melanggar aturan), biaya hidup yang ditanggung negara, kerja tidak berat dan tidak perlu dikejar target, santai tapi digaji, sampai kesempatan mendapatkan beasiswa pendidikan. Lalu apa motifku?

Sejak lulus kuliah S1, di otak ini sudah tertanam untuk tidak ingin menjadi PNS. Kalaupun dulu sempat mendaftar dan ikutan test di Kementerian Luar Negeri, itu adalah syarat karena aku lulusan hubungan internasional dan test-nya ramai-ramai bareng dengan temen satu kampus. Tidak ada niat sama sekali menjadi PNS, sebab dalam pikiranku, PNS itu tidak berkembang. Aku bukan orang yang bisa tenang duduk di belakang meja, gak bisa diam dan santai-santai, juga gak suka terlalu ngikutin apa maunya atasan. Begitulah persepsi tentang PNS yang menjalar di otak ini.
Dari pengalaman di lapangan, selama kerja 7 tahun di media massa, aku melihat bahwa kerja mereka (maaf) tidak becus. Hanya sedikit dari PNS yang benar-benar bisa bekerja, tahu caranya bekerja, dan mengabdi pada pekerjaannya. Kalau mungkin dijumlah, tidak sampai 20 persen yang benar-benar terampil dan mampu bekerja baik. Kinerja buruk ini bukan hanya terjadi pada pejabat berlabel eselon sekian, tapi juga pada anak buahnya. Yah, seperti peribahasa lah, “guru kencing berdiri, murid kencing berlari.”
Contoh gampangnya, belum jam 12 siang, seorang pegawai sudah “kabur” dengan alasan menjemput anaknya. Ditanya kapan baliknya, tidak tahu. Malah, belum jam 4 sore, dia juga sudah pulang. Kerjaan di kantor, kalau gak ngobrol, ngetik sebentar, lalu duduk santai. Kerja mereka juga lamban. (Bukan aku banget!)
Tapi, aku pernah kenal sejumlah pegawai yang benar-benar mengabdi. Salah satunya Pak Ali, beliau kepala dinas pertanian di Cirebon. Biarpun anak buahnya pulang sebelum jam 4, dia tetap pulang jam 5. Biarpun habis meninjau lahan sawah yang terserang hama, dia pasti balik ke kantor untuk membuat laporan. Jadi, dia bukan hanya tahu, tapi juga memahami dan mendalami pekerjaannya.
Kekhawatiran aku tentang kinerja PNS ini memang terjawab dengan pernyataan Wamen Pemberdayaan Aparatur Negara Eko Prasojo, bahwa masih banyak PNS yang kinerjanya tidak baik, belum memenuhi standar kompetensi, dan tidak bekerja fungsional. Saat ini, jumlah PNS hampir 4,5 juta orang yang tersebar di lembaga pemerintahan pusat hingga daerah. Dana yang digelontorkan untuk membiayai para PNS itu lebih dari Rp 1.200 triliun per tahun. Ngomong-ngomong, gaji PNS mulai dari golongan 1a sampai 4e itu dari Rp 1,3 juta sampai Rp 5 juta.
Tiap tahun, gaji mereka selalu dinaikkan, dan malahan akan disesuaikan dengan gaji pegawai swasta. Alasannya, penyetaraan untuk meningkatkan kinerja mereka, sehingga tidak ada lagi PNS yang santai-santai dan menunda pekerjaannya. Hal ini tentu akan menimbulkan kontroversi dan tantangan yang tidak mudah. Sebab, yang diubah adalah perilaku PNS yang selama ini sudah tertanam di pola kerja mereka. Pegawai baru mungkin saja bisa berubah, lalu bagaimana dengan pegawai lama, yang punya status dan jabatan di daerah, ini sangat susah dan butuh kerja keras. Menurut aku, pemerintah harus merealisasikan aturan pensiun dini bagi pegawai yang tidak credible atau yang tidak sesuai standar.
Apa masih mau daftar jadi PNS? Sebenarnya, bokap dulu juga PNS, keluarga bokap juga beberapa yang PNS, tapi hasrat jadi PNS belum membuncah. Lalu, kalau ditanya motif jadi PNS, mungkin aku bakalan menjawab untuk mengabdi, tentu saja mengabdi dengan caraku sendiri, hehehe... Aku mau jadi PNS asal ritme kerjanya seperti pegawai swasta, dan sistem renumerasi-nya juga seperti perusahaan swasta. Maksudnya, gaji diberikan berdasarkan kinerja, bukan sekadar daftar hadir dan lama kerja. Sebab, daftar hadir bisa dimanipulasi, seperti daftar hadir di kelas waktu kuliah, hehehe...
Ohya, sebelum mulai mendaftar, kata teman, siapkan dulu syarat-syarat yang pasti dibutuhkan untuk mendaftar test CPNS, diantaranya: ijazah dan transkrip nilai yang dilegalisir, foto diri (gak usah pake gaya ala cherrybelle yah) 4x6, surat keterangan sehat dari dokter pemerintah, dan kartu kuning atau surat keterangan pencari kerja dari depnaker.
Well, aku bakal coba aja deh, kan nothing to lose. Siapa tahu, ladang merumput aku selanjutnya adalah lembaga pemerintahan, dan menjadi pengabdi negara. Bukan sekadar beban negara, tapi mencoba memberikan dan melayani yang terbaik untuk negara, hehe.., sok idealis. ^_^ 
  
-yudathant- 

1 komentar:

  1. Sepakat. Mari menjadi PNS yang menjunjung tinggi etos kerja! haha...

    BalasHapus