Kamis, 19 Juli 2012

10 Minutes to Madura Island



Angin musim kemarau yang terasa kental garamnya, menerpa lembut di wajah. Mengibar-kibarkan jaket abu-abu kusam yang tidak aku kaitkan kancingnya. Langit sore mulai merona jingga. Sementara debur arus laut dengan tenangnya mengalir ke pinggiran pantai yang sedang surut. Dari atas motor berkecepatan 40 km/jam melaju di Jembatan Suramadu, aku menikmati momen indah itu.

Ini adalah kali pertama aku melintasi jembatan sepanjang 5,43 meter yang dibangun selama 6 tahun, dari Agustus 2003 hingga Juni 2009. Meski berkartu penduduk Surabaya, dan acap kali “nongkrong” di bawah jalan layangnya, tapi baru pekan (awal Juli 2012) kemarin aku melintas di atasnya. Wow.., keren banget, gumanku berkali-kali dalam hati.

Kenapa keren? Bayangkan saja, kita berjalan (melintas) di atas Selat Madura berkedalaman 10-90 meter, yang memisahkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura. Tidak dengan kapal feri, tapi dengan kendaraan pribadi. Tepat di tengah-tengah selat, dari ketinggian 40 meter di atas permukaan laut, kita bisa melihat riak-riak ombak laut di bawah jembatan. Ditambah lagi dengan bentangan kabel-kabel (cable stayed) yang menjulur dari dua menara setinggi 140 meter, “mengikat” jembatan ini. Tak kalah cantik seperti Jembatan Golden Gate di Teluk San Francisco,California, AS. 



Sebenernya, saat melaju sedikit kencang, kecepatan di atas 60 km/jam, agak ngeri juga. Terpaan angin terasa lebih kuat, dan sesekali motor jadi sedikit limbung. Makin ngeri, karena otak tiba-tiba melamunkan salah satu scene dalam film Harry Potter 6 (Harry Potter and Half Blood Prince/2009). Dalam film itu dikisahkan, Jembatan London Millenium Footbridge, membentang di atas Sungai Thames, terombang-ambing akibat ulah sihir para penyihir jahat sehingga membuatnya runtuh berantakan. (maaf, otaknya terlalu tinggi berimajinasi ^_^)

Namun, jangan khawatir, jembatan yang dirancang dengan sistem antikorosi pada pondas tiang bajanya, ini ternyata tahan gempa sampai 7 skala richter. Dan untungnya, di sekitar kawasan itu cukup stabil. Sebab, tidak ditemukan patahan aktif dan berdasakan katalog gempa, umumnya kekuatan gempa yang terjadi tak pernah lebih dari 4 skala richter. Konon, Jembatan Suramadu yang desainnya mirip Jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang) di Provinsi Kepulauan Riau, itu usia pakainya sampai 100 tahun. 

 
Untuk menyamankan perjalanan, di jembatan dilengkapi alat pengukur angin, bendera penunjuk arah angin (windsock), dan papan informasi cuaca. Jika kecepatan angin mencapai 11 knot (setara 40 km/jam) jembatan akan ditutup untuk motor, dan jika kecepatannya di atas 18 knot (setara 65 km/jam) akan tertutup untuk semua jenis kendaraan. Tapi, tak perlu cemas, konstruksi jembatan ini mampu menaham kekuatan angin hingga 200 km/jam.

Jembatan Suramadu, yang dibangun dengan dana mencapai Rp 4,6 triliun patungan pemerintah Indonesia dan pinjaman China, itu merupakan ikon wisata baru bagi Jawa Timur, khususnya Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan. Banyak teman dari luar kota yang menanyakan seperti apa wujud dan penampilan jembatan itu. Salah satunya, kawan lama sewaktu kuliah di Jogja yang kini bekerja di Kementerian Sekretaris Negara. “Mau dong kalau ke Jembatan Suramadu,” ujarnya singkat.


Tak ayal, begitu sampai di bibir jembatan, dan usai membayar tarif tol jembatan, Rp 3.000 untuk motor, kameranya pun liar beraksi. Kamera ponselnya tak henti-hentinya memotret saat motor ini aku lajukan dari sisi Surabaya melaju Madura. Tak sampai 15 menit, kami sampai di Bangkalan. Lepas dari jembatan, di jalan menuju ke pusat kota Bangkalan, berjajar gubuk-gubuk bambu yang menjaja makanan, minuman, es kelapa muda, juga layang-layang berbentuk/bergambar Sakera.

Karena tak tahu hendak kemana, kami pun berbalik arah dan kembali ke Surabaya. Tidak seperti di sisi Surabaya, ujung Jembatan Suramadu di sisi Madura ternyata tempatnya kurang menarik untuk berburu gambar cantik. Oleh karena itu, aku pun mengajak kawan lama itu mengeksplorasi arena di bawah jembatan sisi Surabaya. 



Sang bagaskara yang pulang ke peraduan, kapal-kapal kayu yang bersandar di pantai yang surut, dan aktivitas anak-anak mencari yuyu (kepiting kecil), adalah obyek yang kami abadikan di tiap jepretan kamera ponsel. (berhubung aku lupa membawa kamera, terpaksa hanya pakai ponsel motretnya, sedih...)

Melihat kokohnya Jembatan Suramadu, makin bangga rasanya jadi orang Indonesia, apalagi jadi arek Suroboyo. Dan, siapa bilang di Surabaya tak ada tempat asik buat jalan-jalan selain mal yang berjubel jumlahnya. Ayo datang ke Surabaya...!! Sebab, selain kulinernya yang rasanya mak nyoss, suguhan arsitek kota tua dan arsitek modern yang tak kalah apik merupakan obyek foto yang menarik untuk dinikmati.

-yuda thant-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar