Selasa, 05 Februari 2013

Impoten?? Never Ever Try It At Home ...!!!


Awal tahun 2013, berita mengejutkan datang dari Los Angeles, Amerika Serikat. Hugh Hefner (86) menikahi gadis belia berusia 26 tahun Crystal Harris, pada malam pergantian tahun 2012-2013. Bagi Hefner, pendiri dan pemilik Majalah Playboy, ini adalah pernikahannya yang ketiga, sedangkan bagi Harris, ini adalah pernikahannya yang pertama. Dari pengakuan Harris, dia merasa bahagia meski pernikahan tersebut sempat tertunda selama 1,5 tahun karena mereka putus tunangan pada Juni 2011 lalu.
Banyak anggapan di masyarakat bahwa memasuki usia 50 tahun, laki-laki akan mengalami tahapan impotensi sekunder atau bahkan disfungsi seksual. Mereka tidak lagi memeiliki hasrat berhubungan seksual. Ketakutan yang bersumber dari kesalahan informasi dan mitos menyesatkan ini malah membuat laki-laki terbebani dan takut melakukan persetubuhan (senggama) dengan istrinya. Akhirnya menimbulkan kerugian karena memunculkan impotensi (imptensi sekunder, yakni hilangnya potensi seksual dari kondisi yang sebelumnya normal).
Akan tetapi anggapan itu bisa dibantah oleh peneliti dari University of Western Australia, Zoe Hyde, yang mengatakan bahwa 1 dari 5 laki-laki masih menganggap seks itu penting.  Sebab selama ini lanjut usia disebut tidak memiliki minat seksual. Bahkan, dalam penelitian di Australia menyebutkan, 49 persen laki-laki usia 75-95 tahun menganggap seks masih penting dalam kehidupannya.
Sementara itu, penelitian tahun 2007, yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine, melaporkan lebih dari 50 persen laki-laki Amerika berusia 65-74 yang disurvei, masih melakukan aktivitas sesksual. Begitu pula 26 persen dari laki-laki yang berusia 74-85 tahun. Penelitian ini terkait berkurangnya aktivitas seksual pada laki-laki yang lebih tua, karena kurangnya gairah seksual pasangan, keterbatasan fisik, penyakit yang diderita, hingga gangguan akibat penggunaan obat-obatan. 


Depresi dan vitalitas
Teori menyebutkan jika usia menua, hormon testosteron pada pria berkurang, yang mengakibatkan libido menurun, dan berdampak pada kesehatan. Namun, menurut penelitian Universitas of Sydney Australia, terungkap bahwa hormon testosteron tidak akan berkurang, kecuali kondisi kesehatan menurun.
Penyebab impotensi itu kompleks, dan tidak bisa disama-ratakan pada setiap individu. Gangguan kesehatan, ejakulasi dini, hingga perasaan cemas dan malu, bisa saja menjadi penyebabnya. Lelaki yang mengalami impotensi tidak selalu sama penyebab dan pemicu penyakitnya, sehingga tindakan solusi yang perlu dilakukan pun berbeda-beda. Dua penyebab besarnya adalah faktor psikologi dan fisik/organis.
Dulu, faktor psikis dianggap faktor dominan penyebab impotensi, namun fakta baru menunjukkan faktor psikis hanya memengaruhi sekitar 20-30 persen. Sisanya, penyebab impotensi adalah akibat gangguan rangsangan syaraf dan gagalnya aliran darah ke daerah penis sehingga sulit melakukan ereksi atau gagal mempertahankan ereksi. 
Gangguan psikologis yang menyebabkan impotensi dikarenakan oleh gangguan kejiwaan, pengaruh luar/lingkungan, sehingga tanggapan seseorang menjadi negatif. Misalnya, pengaruh perilaku istri, perilaku mertua, rasa berdosa terhadap istri karena selingkuh, lebih menikmati masturbasi, dan tekanan stress akibat target pekerjaan yang harus dicapai. Sementara gangguan oraganik disebabkan ada kelainan organik, misalnya gangguan pada sistem reproduksi, peredaran darah, sistem hormon, penyakit infeksi, metabolisme sel, pengaruh berbagai obat, dan kelainan genetik.
Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan fungsi seksual dari sisi psikis diantara lain adalah, faktor perkembangan, misalnya dominasi orang tua, konflik orang tua-anak, trauma masa kecil, dan pengalaman senggama pertama kali. Kemudian faktor efektif, yakni kecemasan, rasa bersalah, dan takut membuat hamil. Stress hingga depresi yang berlebih adalah pemicu impotensi.
Selain itu, faktor interpersonal, seperti komunikasi tidak baik, kejenuhan, dan hilangnya daya tark fisik, juga faktor kognitif, seperti informasi dan mitos yang salah yang selama ini diyakini oleh masyarakat, khususnya laki-laki. Ada juga faktor lainnya, misalnya ejakulasi dini, yang jika berlanjut dan tidak diatasai bisa mengarap pada rasa tidak percaya diri dan berakhir pada impotensi.
Sementara itu, faktor-faktor fisik yang dapat mengakibatkan impotensi adalah gangguan anatomik, gangguan jantung dan sistem pernapasan, gangguan hormon, serta gangguan syaraf juga gangguan pembuluh darah dan gangguan darah. Pengaruh obat-obatan yang berlebihan, seperti obat darah tinggi dan obat penenang, hingga konsumsi alkohol dan dampak operasi prostat, juga memengaruhi seorang laki-laki lanjut usia mengalami impoten. Banyak kasus dijumpai impotensi pada lansia adalah karena pengaruh obat-obatan yang dikonsumsinya.
Adanya gangguan penyakit juga bisa mengakibatkan impotensi, sperti penyakit diabetes, kolesterol tinggi, multiple sklerosis, peyakit tulang belakan bagian bawah, juga gangguan pembuluh darah akibat merokok dan menurunnya kadar hormon androgen. Penelitian di University of Sydney Australia menyatakan bahwa berkurangnya kadar testosteron lebih karena obesitas, sebab tumpukan lemak di tubuh menghasilkan enzim aromatase yang mengganggu produksi lemak, juga adanya penyakit jantung.
Banyak laki-laki menderita impotensi sekunder karena ketidaktahuannya. Selain faktor usia, adanya beberapa penyakit dan penggunaan obat-obatan juga mengurangi kemampuan seksualitas pada laki-laki. Rasa takut berpenampilan demikian membuat golongan pria tertentu tidak berani mendekati istrinya untuk bersenggama dan akhirnya menjadi benar-benar impoten.
Perlu dipahami bahwa lansia butuh waktu lebih lama dan rangsangan lebih kuat untuk bisa terangsang dan mengalami ereksi. Menghilangnya potensi seksual, dapat dilihat dari berat ringannya kelainan itu, yakni impotensi absolut (mutlak) yakni terjadi pada tiap keadaan dan kapan saja; impotensi selektif, terjadi pada keadaan tertentu saja; dan impotensi relatif, yakni pada saat tertentu saja. Ada tiga macam penyebab impotensi, yaitu karena kerusakan organ (jarang sekali terjadi); karena gangguan fungsi syaraf atau kelelahan; dan gangguan psikis akibat emosi dan perasan tidak selera.

Impotensi sering disebut disfungsi seksual, yang diakibatkan oleh tersumbatnya aliran darah dari dan menuju ke zakar. Penyumbatan itu terjadi karena kolesterol, diabetes, atau kebiasaan merokok, yang umum terjadi seperti penyempitan pembuluh darah pada penyakit jantung koroner dan stroke. Pada lansia, impotensi juga dapat disebabkan oleh trauma operasi pada urat darah di sekitar zakar, taruma sumsum tulang belakang, pembesaran kelenjar prostat, penyakit venerik (kelamin), difteri, TBC, malaria, diabetes, obat penenang, alkohol, obat antidepresi, hingga heroin.
Menurut Sukarho Soebardi, dokter spesialis pada Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, ada beberapa penyakit yang menyebabkan disfungsi ereksi. Seperti yang dikutip dalam Kompas.Health, penyakit yang dianggap berisiko besar menimbulkan impotensi adalah depresi (90 persen), diabetes (64 persen), dan hipertensi (52 persen).
Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan Australia University of Sydney, menyimpulkan bahwa kadar testosteron dan libido tidak ikut menurun saat laki-laki menjadi tua. Tetapi, penurunan kadar testosteron akibat turunnya kualitas kesehatan secara umum. Menurut David Handelsman, ketua peneliti, penurunan gairah seks terjadi akibat menderita obesitas atau penyakit jantung, dibandingkan akibat penuaan. Dalam sebuah penelitian yang lain malah disebutkan lelaki yang tidur kurang dari 5 jam di waktu malam dalam jangka waktu lebih dari sepekan, akan memiliki kadar testosteron yang lebih rendah dibandingkan dengan yang beristirahat cukup.
Bertambahnya usia, memang mengakibatkan penurunan kemampuan ejakulasi pada seorang laki-laki, dan ini merupakan gejala alamiah yang harus disadari oleh suami dan pasangannya. Seperti kemampuan ereksi yang biasanya lebih lama, saat lansia akan lebih singkat, demikian pula kemampuan ejakulasinya tidak sekuat saat masih muda.
Para ahli kedokteran mengatakan, 90 persen kasus impotensi disebabkan oleh faktor fungsi. Ini menunjukkan bahwa kondisi alat kelamin baik-baik saja, tapi kerusakan terjadi akibat gangguan fungsi organ itu ditambah dengan segi kejiwaan seseorang yang terkat dengan perilaku seksualnya.
Melihat semua penyebab yang ada, jadi faktor usia, kini bukan menjadi kambing hitam bahwa seorang laki-laki normal (sehat) mengalami impotensi. Sejarah gaya hidup dan pola hidup yang tidak sehat, menjadi faktor terkuat kondisi kesehatan seorang laki-laki pada usia senja, termasuk kesehatan reproduksinya. Kebiasaan merokok, meskipun dampak impotensi sudah tertulis pada label peringatannya di tiap bungkus, realtif sulit dihentikan oleh para laki-laki perokok. Demikian konsumsi makanan berkolesterol tinggi, yang cenderung enak (menggugah selera) dan mudah didapatkan di kota besar.
Selagi kita masih muda, jadi lebih baik upaya meminimalkan risiko impotensi dimulai dari sekarang, sebelum terlambat dan menyesal di kemudian hari. Memang sudah banyak obat yang ditawarkan, tapi lebih baik mencegah dari pada mengobati. Sebab, kita cuma mengeluarkam biaya sekali dengan mencegah, ketimbang mengobati, keluar biaya dua kali, dan berlipat. 
Ambil cara yang paling mudah, dengan membatasi atau mengatur pola makan. Kalau suka mengonsumsi daging dan makan berlemak, sebaiknya mulai dikurangi. Jika biasanya tiap hari, dikurangi jadi seminggu 5 kali. Dan kalau sudah terbiasa, jadi seminggu 3 kali, dan seterusnya. Demikian pula jumlah makanan yang dikonsumsi, sebaiknya tidak berlebih untuk menghindari obesitas. Bukan kuatitas yang ditambah, tapi kualitas yang ditambah. 
Yang paling penting, terutama bagi perokok, adalah mengurangi, bahkan kalau bisa menghentikan kebiasaan merokok. Sebab, dengan berhenti merokok, segudang risiko penyakit bisa dihindari, termasuk impotensi. Heran juga, meski sudah ada label peringatan di tiap bungkus rokok, dan tulisan impotnesi terterra dengan jelas, tetap saja perokok itu doyan menghisap rokok. Apa anda juga demikian?? 

(---materi di atas adalah sebagian dari tugas ujian akhir mata kuliah reproduksi---) 

Daftar Pustaka
Suparto, H. Seks untuk Lansia. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2000
Pinem, Saroha. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Indo Media. Jakarta. 2009
Camacho, ME and Rayes-Ortiz, CA. Sexual Dysfunction in the Elderly: Age or Disease?. International Journal of Impotence Research. Nature Publishing Group. 2005.

-yuda thant-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar