Senin, 24 November 2014

Jalan Gula, Satu Sisi Kota Tua Surabaya


"Bang, ajarin motret panning ama levitasi dong.." pinta Zul. "Penasaran nih. Soalnya kalo lihat foto levitasi punya orang-orang kok keren-keren. "Oke," jawabku. Setelah berdiskusi singkat, akhirnya aku mengusulkan lokasi buat hunting foto kali ini adalah di salah satu lokasi kota tua Surabaya. Pastinya menarik. 

Salah satu spot kota tua di Surabaya adalah yaitu di Jalan Gula, yakni sekitar 200 meter arah barat dari Jembatan Merah. Jalan, lebih tepatnya gang, Gula, merupakan percabangan dari Jalan Karet, yang pada hari-hari biasa adalah kawasan gudang dan perusahaan kargo.Saban pagi hingga sore, Jalan Karet dan sekitarnya ini selalu hiruk pikuk dengan aktivitas bongkar-muat barang. Konon, aktivitas ini bukan hanya terjadi sekarang, tetapi sudah sejak 60 bahkan 80 tahun lalu. Sebab, Jalan Karet ini terletak di belakang Jalan Kembang Jepun, yang tak lain dan tak bukan adalah kawasan niaga di Surabaya.

Area niaga Kembang Jepun yang bertahan puluhan tahun ini mampu mempertahankan bangunan-bangunan tuanya. Meski tampak kusam dan terurus, gedung-gedung tua itu meninggalkan cerita dan kisahnya masing-masing. Jika, hari libur, kawasan ini tampak sepi dan seperti mati dan tak berpenghuni. 


Seperti gedung tua yang ada di ujung Jalan Gula, yang kini kosong, adalah bekas gudang tembakau yang tak terpakai lagi. Tembok rapuh dengan batu-batu bata yang lapuk, cat putih kusam, kusen jendela yang reyot, karat pada teralis besi, tampaknya mampu menceritakan kisah sedih dari gudang yang ditinggalkan ini. 



"Serem mas kalo malem di sini. Kadang-kadang ada penampakan. Makanya, yang foto-foto paling cuman sampe sore, maghrib," kata salah seorang tukang parkir yang mengais rezeki dari menjaga motor-motor milik wisatawan yang ingin berfoto-foto di Jalan Gula. "Di sini kan wisata murah mas. Cuman bayar Rp 2.000 buat parkir, sudah bisa foto-foto sepuasnya," tambahnya. Karena kesan "horro"-nya, sejumlah stasiun televisi pernah melakukan acara "uji nyali" dan berburu "makhluk halus" di salah satu gudang tembakau di Jalan Gula. "Di sini lampunya gak ada, jadi agak gelap kalo malam  mas. Jadinya serem, hehe..." ujar mas-mas penjaga parkir, sambil menawari makan bakso dan es degan (kelapa).

Selain gudang, terdapat bekas beberapa tempat ibadah umat Konghuchu, China, yang juga sama tidak terawatnya. Ornamen-ornamen eksterior gedung khas China, seperti patung singa dan naga; pilar-pilar besar yang menjulang tinggi; dan atap rumah China kuno, merupakan pemandangan khas di kota tua Surabaya di Jalan Karet dan Jalan Gula. Gaya arsitektur Tiongkok itu bertemu dengan gaya arsitektur Eropa, seperti kusen pintu dan jendela yang bagian atasnya melengkung setengah lingkaran; serta pintu besar setinggi hampir 3 meter; teralis besi dan kanopi di jendela lantai dua. Sepeda kumbang usang yang sengaja diparkir di satu sudut gang, makin memberi kesan tua kawasan ini. Sepeda itu disewakan sebagai properti foto, dengan tarif sukarela. 

Kawasan Kembang Jepun dan sekitarnya, termasuk Jalan Gula dan Karet, merupakan area perniagaan yang konon sudah terbentuk sejak Jaman Majapahit. Surabaya, merupakan salah satu pintu masuk pedagang-pedagang dari berbagai penjuru pulau, negara, dan bangsa, masuk ke tanah Jawa pada abad ke-14. 



Sungai Kali Mas, yang terdapat di sisi kiri Jalan Karet, mengalir ke utara ke arah muara yang berujung di Pelabuhan Tradisional Kalimas. Dulu, pelabuhan ini sangat tersohor, karena pedagang dari benua Eropa, Arab, dan China, menurunkan muatan di muara Sungai Kali Mas itu, dan melanjutkan misi bisnisnya ke wilayah timur dan pedalaman Pulau Jawa. Tak heran, bangunan-bangunan di sepanjang Kali Mas, di sekitar Jembatan Merah, Kembang Jepun, hingga Tunjungan, menampilkan arsitek yang beragam. Gaya Eropa, China, dan tanah Arabia, berbaur di sana, termasuk di sekitar Jalan Gula dan Karet. 

Eksotika kawasan kota tua di Surabaya ini tampaknya belum digarap secara menyuluruh oleh Dinas Pariwisata Kota Surabaya. Memang tidak mudah, sebab di kota ini banyak sekali bangunan dan situs-situs peninggalan sejarah kolonial yang masih berdiri kokoh. Sudah banyak gedung-gedung bersejarah dan cagar budaya yang dipugar, di-vermak, dan direvitalisasi menjadi objek wisata. Sayangnya, masih banyak yang belum, termasuk di kawasan Jalan Karet dan Jalan Gula. 


@yudathant

Tidak ada komentar:

Posting Komentar