Minggu, 02 Desember 2012

Untuk Angin di Bulan Desember

Apa yang paling hangat dalam pikiran kamu saat ini? Senyum manja istrimu di rumah?, tawa renyah suami yang ada di kantor?, kekasih genit di kampus?, lelaki pujaan yang entah ada di mana?, pizza panas dari oven dengan asap mengepul?, opor ayam buatan mami di rumah?, atau deburan ombak pantai di Pulau Karimunjawa? 

Perut ini memang kosong, tapi bukan makanan yang diinginkan. Otak ini rindu liburan, tapi bukan pantai Kute yang aku idamkan. Tubuh ini memang letih, tapi bukan tukang pijat yang dimaui. Raga ini lagi haus, tapi bukan es teh manis yang dikehendaki. 

Aku memang kosong, haus, letih, juga rindu. Tapi, tidak ada yang bisa dilakukan. Semuanya terasa berhenti, tak bergerak, rusak, bahkan berkarat. Tidak mampu untuk maju, sekalipun mundur. Tidak berdaya untuk bergeser, sekalipun seinci. Tak kuasa untuk melompat, walau sejengkal. Semuanya membeku, kaku. Semuanya kosong, melompong. Semuanya terasa haus, aus. Semuanya pun terasa letih, dan perih. 

Itu karena aku tak pernah ada baginya. Aku hanya bayangan suram, melintas dan hilang. Kabut yang surut saat hujan bertiup. Itu karena aku bukan siapa-siapa baginya. Hanya asap di cermin yang segera diusap, lenyap. 

Untuk angin di bulan Desember. Yang kukenal di ujung waktu yang hendak berganti. Aku hampa tanpa dirimu, karena kau tak lagi mengisinya. Aku lunglai tanpa dirimu, karena kau tak ada tuk meniupnya. Aku tumbang tanpa dirimu, karena kau tak lagi menerbangkannya. 

Aku rindu padamu angin di bulan Desember. Rindu yang tak pernah bertepi. Kepada angin yang kukenal di ujung waktu yang hendak berganti. Pada tahun yang lalu. 

-yuda thant-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar