Sabtu, 15 Desember 2012

Membangun Kelompok



Kita adalah makhluk sosial. Kita tak gak hidup tanpa orang lain atau makhluk lain. Mau gak mau, kita bergantung dan menjadi tempat bergantung bagi manusia lainnya. Kita butuh dan dibutuhkan oleh orang lain. Jika bukan menit ini, pasti menit berikutnya kita membantu dan dibantu mereka yang ada di sekeliling.

Sadar atau gak sadar, kita membentuk sebuah kelompok dalam segala aktivitas. Gak bermaksud menyamakan, tapi hampir semua makhluk di muka bumi ini membentuk kelompok, koloni, grup, atau kawanan yang punya satu atau lebih variabel yang sama lho. Seperti sekawanan serigala hutan, koloni semut rang-rang, kelompok singa afrika, kerumunan monyet ekor panjang, sampai sekumpulan remaja gaul yang super galau. Meski kadang berkelana sendri, tapi semua makhluk itu pasti terikat pada salah satu kelompok.

Balik lagi ke kita. Manusia pun membentuk kelompok-kelompok dalam kehidupannya. Mulai dari yang skala kecil dan rumahan, sampai skala masif yang mendunia. Seperti kelompok arisan ibu-ibu, baik yang dikampung dengan bahan arisan panci dan kompor, sampai ibu-ibu gedongan dengan bahan arisan cincin gelang permatan 24 karat (tapi gak karatan lho!). Atau kelompok belajar di kelas/kampus, grup musik atau band, komunitas bike to work, komunitas fotografi, grup jalan-jalan murah alias backpacker, atau genk main.

        Seperti aku bilang di atas, sebuah kelompok pasti punya satu  atau dua variabel yang sama. Misal, sama-sama suka musik dangdut, sama-sama doyan makan es krim, sama-sama suka jalan ke gunung, merasa sama sukunya, merasa sama asal kampungnya, merasa sejalan ide dan pemikirannya, atau pun merasa setara kekayaannya. Sebuah kelompok muncul karena punya tujuan dan dasaran, yang kadang gak sengaja terbentuknya.

Kelompok itu ada yang formal ada juga yang informal. Kalau yang formal bentuknya kelompok tugas dan komando, sedangkan yang informal adalah kelompok kepentingan dan persahabatan. Nah, kalau alasan membentuk sebuah kelompok itu biasanya ada lima, seperti kebutuhan, kedekatan, daya tarik, tujuan kelompok itu sendiri, dan ekonomi. Tiap orang yang ada di dalamnya pun punya peran masing-masing. Ada yang berperan sebagai motor penggerak, penyemangat, penyuplai dana, sampai penggembira. (Lalu, kelompokmu masuk yang jenis apa?)

Dalam kelompok besar, bisa dipastikan ada kelompok-kelompok kecil. Kadang, keberadaan grup-grup kecil ini bisa memperkokoh posisi sebuah kelompok besar, tapi bisa juga sebaliknya, meruntuhkan! Eksisnya kelompok kecil bisa aja jadi modal kekuatan, apabila anggotanya terpuaskan oleh rezim yang menjalankan roda kelompok besar itu. Namun, bisa jadi bumerang jika kelompok kecil tidak puas dan kecewa pada rezim yang berkuasa. Ini lah yang disebut dinamika dalam sebuah kelompok. Naik-turun, pasang-surut, atau timbul-tenggelam.

Agar kelompok ini terus berjaya, kalau kata anak gaul sekarang bilang “tetep eksis,” butuh yang namanya penyamaan “mimpi” dan penyegaran. Makanya, sering-seringlah berkomunikasi aktif antar-anggota kelompok, saling menerima, memberi motivasi, bertanggung jawab menjalankan perannya, dan meningkatkan kepaduan dan kepuasan di dalam kelompok tersebut.

Jadi, jangan heran kalau melihat ada grup band yang bubar, padahal belum ada setahun album perdananya meluncur ke pasar. Genk jaman sekolahan berantakan karena masalah sepele. Atau partai politik yang gak muncul lagi di pemilu 2014 nanti karena pengurusnya udah  bubar jalan sendiri-sendiri. Itu karena manajemen yang buruk dan bad organizing!!!

Seorang sahabat pernah bilang, selalulah berpikir positif supaya bisa menyingkirkan personal dan interpersonal block saat kita berinteraksi dengan orang lain. Punya sikap yang “nerimo” alias terbuka pada tiap pendapat orang lain dan mencoba selalu berempati. Loyalitas dan komitmen pada grup itu juga penting lho. Dan yang gak kalah pentingnya, mampu mengaplikasikan kerja sama dalam tiap pengambilan keputusan yang efektif dan efisien. (Kalo jurus yang terakhir itu emang agak berat, soalnya kita harus punya rencana, dan leader yang mumpuni, sampai sistem kontrol kelompok yang berkembang).


Salah satu cara memompa semangat dan membangun (kembali) kelompok, adalah dengan proggram outbond atau outing. Bentuk-bentuk itu adalah upaya team building atau membangun kelompok, yang kini banyak dilakukan di perusahaan, instansi, dan lembaga apa pun. Bentuknya dari yang sederhana dengan modal suara dan gerak tubuh, sampai yang paling rumit dengan peralatan keselamatan.

Lalu, kapan kita melakukan team building? Itu sih bergantung dengan kondisi dan situasi dalam kelompok tersebut. Bisa sekarang, bisa besok, bisa juga tahun depan. Bergantung seberapa parah sih kerentanan, ketidakharmonisan, atau keretakan yang menjalar dalam kelompokmu. Lokasinya kegiatan team building pun gak harus di luar ruang, di luar kota, atau di vila di atas gunung. (Boleh lah kalau budget mencukupi, tapi kalau gak ada duit, di halaman kantor juga boleh kok!)

Contoh permainan team building yang paling sederhana adalah “seven-up.” Caranya: bentuk lingkaran, lalu sebutkan angka mulai dari satu dan seterusnya, tiap angka tujuh (7), kelipatan tujuh, atau bilangan yang mengandung angka tujuh, diganti kata “dor”. Peserta yang salah sebut, akan dikeluarkan dari lingkaran, hingga tersisa satu pemain yang paling konsentrasi. Atau “hula-hup,” yakni memindahkan hula-hup dari peserta paling ujung ke peserta di pangkal barisan yang saling bergandengan tangan.   

-yuda thant-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar