Rabu, 27 Juni 2018

The Other Side of Samosir

Pertama kali mengenal nama Danau Toba adalah saat duduk di bangku SD, ketika membaca sebuah buku yang di dalamnya berisi cerita sejumlah legenda di tanah air, salah satunya legenda Danau Toba. Takjub, rasa yang muncul saat membacanya, dan ternyata lebih takjub saat melihatnya dari dekat. 


Dikisahkan, Toba adalah seorang putri jelmaan ikan yang menikah dengan oleh seorang pemuda desa dan mereka memiliki putra bernama Samosir, yang selalu lapar dan doyan makan.



Karena memakan bekal makan siang ayahnya, Samosir dimaki oleh ayahnya yang kesal, "Dasar kau anak ikan!" Tiba-tiba hujan deras mengguyur dan air menyembur dari dalam tanah, dan sekejap itu area itu terendam dan dipenuhi air. Di saat bersamaan Toba dan Samosir menghilang, lalu muncul pula kecil di tengah danau yang luas. Pulau itu pun diberi nama Samosir, sedangkan danau yang terbentuk diberi nama Toba. 


Danau seluas 1.145 km persegi dengan kedalaman 400 meter, bahkan fakta terbaru disebutkan kedalamannya lebih dari 1.500 meter, ini adalah danau akibat letusan gunung vulkanik purba sekitar 75.000 tahun lalu. Konon, Danau Toba adalah danau terluas di Asia Tenggara. Kehidupan dan isi di dalam danau ini pun masih menjadi misteri dan belum banyak dipetakan. 





Bagi masyarakat di sekitar Toba, danau ini adalah sumber kehidupan. Salah satunya bagi sektor pariwisata. Ribuan wisatawan lokal, nasional, dan internasional berkunjung ke Danau Toba setiap tahunnya. Bahkan, saat aku bertandang ke sini, ada rombongan turis dari China dan Malaysia yang asyik sedang menikmati keindahan danau di atas kapal yang membawa kami menyeberang menuju Pulau Samosir. Langit biru di atas riak tenang air danau yang berwarna hijau emerald bercampur biru samudera. 


Di Pulau Samosir, kehidupan berjalan harmonis nan damai. Modernitas membalut tradisi budaya yang mengakar pada keseharian masyarakat. Tradisi tetap lestari, berjalan bersama teknologi yang mulai menyusup tiap generasi. Kisah masa lalu tersirat di tiap artefak dan arsitekturnya. Drama masa kini tergambar pada alat dan perlengkapan hidupnya. Hitam dan putih, gelap dan terang tampak jelas di sini. Nyata adanya!


Mengelilingi setengah Pulau Samosir dapat dilakukan dalam waktu sehari, dengan motor ataupun mobil. Asalkan berangkat pagi sekali, maka keindahan dan keguyuban masyarakat juga bentang alam pulau ini akan tampak memesona. Bahkan, aku sengaja mengambil jalan ekstrem, yang mungkin tidak akan diambil oleh wisatawan lain, yakni menembus hutan di pulau ini untuk mendapatkan sisi lain Toba dan Samosir. Perjuangan menembus hutan dan jalan tanah pun akhirnya menyuguhkan keindahan itu. Hamparan padang rumput hijau mengelilingi anak danau di bawah bentang cakrawala biru dan taburan awan kapas putih. 


Ternyata tak bisa hanya satu dua hari di pulau ini, harus lebih lama lagi untuk benar-benar bisa menyesapi kehiduapan, keindahan, bahkan kuliner di Samosir ini. Lain waktu, ya, lain waktu aku akan bertandang lagi, kawan!




-- yudathant--
(foto-foto sengaja dibuat hitam-putih) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar