Sehari-hari duduk dan tiduran di depan televisi ternyata membosankan. Tak ada lagi yang baru di layar kaca itu. Semuanya berulang. Mulai dari sinetron yang isi dan ceritanya itu-itu saja, kabar-kabur selebritas dunia hiburan yang diputar berkali-kali sampai muak rasanya perut, hingga berita pengusutan kasus korupsi yang tak pernah tuntas dan tak tahu sampai kapan episodenya akan berakhir.
Entah mengapa, kotak ajaib itu sudah tak semagis dulu. Padahal bentuknya lebih modern, sudah lebih banyak model, pilihan stasiun televisi, sampai program acara. Tapi apa yang disuguhkan ternyata setali tiga uang. Sama, atau mirip-mirip dan setipe. Tak bervariasi.
Hampir selama empat bulan sejak aku berhenti dari pekerjaan, televisi kupilih jadi teman sejati. Kotak berisi piksel warna-warni itu selalu menyala mengisi hari-hariku yang kosong tak produktif. Namun apa yang kuperoleh. Tak ada, malah menambah kesepian yang selama ini coba aku hilangkan dan jauhkan. Suaranya yang bising malah membikin kepalaku pening dan menjadikan aku makin terasing.
Awalnya, memang mengasyikan jadi penganggur dengan uang pesangon gaji sebulan dari kantor lama. Dua bulan pertama, aku benar-benar menikmatinya. Pergi ke mana pun aku mau dan kemana pun teman mengajak. Semua terasa menyenangkan, apalagi uang di dalam kantong dan rekening masih cukup tebal buat bersenang-senang. "it's party time," begitu sorak-sorai benak terdalamku.
Tapi, ketika rupiah menipis dan kebosanan menyergap di tengah malam, barulah kusadari menjadi orang yang tak punya pekerjaan sungguh menyedihkan. Tak berpenghasilan, tak punya kegiatan produktif, dan tak punya teman sekantor yang bisa diajak diskusi, bersaing mendapatkan prestasi dan bonus, bahkan beradu otot mempertahankan ergumentasi. Aku makin kehilangan semangat memasuki bulan keempat, sebab tak punya tujuan yang jelas hendak melangkah kemana.
Aku seperti terdampar di planet yang dalam cerita-cerita komik penduduknya berkulit hijau. Berdiri sendiri di ujung tebing cadas planet yang posisinya keempat dari matahari dalam susunan tata surya galaksi bima sakti. Mengarungi hamparan gurun merah tanpa tahu arah di Planet Mars yang dianalogikan rumah bagi kaum adam. Di planet yang serba bergelora dan bergairah itu, aku tersesat. Di saat semua bekerja keras, tapi mengapa aku hanya berdiam diri. Di saat teman-teman sibuk dengan cita-cita dan mimpinya, mengapa aku malah jadi penonton yang tak tahu cara menikmati tontonannya.
Sekarang aku hanya bisa menunggu. Menunggu waktu yang akan membawaku mendarat di tempat yang hendak aku tuju. Di planet mars ini aku transit. Berganti pesawat ulang-alik yang menurunkanku dari stasiun lama hijrah ke stasiun yang baru. Sayangnya, masa transit ini terasa lama sekali. Pesawatku baru akan menjemput 1,5 bulan lagi. Semoga saja, ketika pesawat itu datang, aku akan benar-benar sibuk, bekerja, berkarya, berproduksi, dan berguna. Tak lagi terdampar di tengah meriahnya planet mars.
Kesepian di planet merah membuatku merana. Jauh dalam relung otaku, aku menginginkan seorang teman perjalanan yang bisa saling bercerita dan bercita-cita. Membutuhkan teman untuk tertawa, bersedih, dan bermimpi. Teman yang tahu bilamana karibnya terluka atau sohibnya terlena. Sesorang yang mengisi kekosongan jiwa, bukan semata-mata kepuasan nafsu belaka.
Sayangnya, pencarian ini belum berujung. Aku masih kesepian dan mengutuk pedasnya langit merah di planet ini. Dimana dia bersembunyi? Apakah dia juga tersesat seperti aku? Ataukah sedang berkelana mencari diriku? Biarlah kalau begitu aku menunggu. Menunggu hingga ujung waktu untuk terbang bersama pesawatku.
Lelah aku sebenarnya. Tapi mungkin, ini salah satu episode hidupku yang harus dilewati. Eposide terdampar di planet mars, yang menguras energi padahal tak mengeluarkan keringat sedikitpun. Ini adalah proses hidup, hidupku khususnya, yang harus bisa aku jalani dan aku menangi. Berat, yah berat tentunya. Semoga saja bara semangat yang menyala redup itu mampu bertahan sampai akhir episode terdampar ini. "keep fight bro, don't let your fire shut down, even a second"
-yuda thant-
selama di planet Mars, lanjutin nulis yah. never try to stop or stop to try.
BalasHapusKita ga akan pernah tahu kemana tulisan membawa kita, mungkin rasanya tidak memberi benefit bagi diri sendiri, tapi bagi orang lain?
aku ga percaya kalo di bumi Indonesia yg isinya ratusan juta jiwa, ga ada yg senasib sama kamu. Mereka juga mungkin membutuhkan teman dan tulisan yg menginspirasinya.
Lakukan dengan tulus sambil mengasah diri, mengasah hati dan pikiran, then u find that everything gonna be beautiful at its time. Aku percaya tentang mestakung, bahwa alam pun akan berkonspirasi mendukung bila diri ini sudah bulat bertekad dan sudah tiba saatnya.
Please try to listen every hints from the nature. Jaman sekarang, Tuhan dah ga lagi dateng and ngobrol langsung sama kita face to face, terlalu jauh jaraknya.
semangat ya. Bangun dari kejemuan yang memuakan.