Angin musim kemarau yang
terasa kental garamnya, menerpa lembut di wajah. Mengibar-kibarkan jaket
abu-abu kusam yang tidak aku kaitkan kancingnya. Langit sore mulai merona
jingga. Sementara debur arus laut dengan tenangnya mengalir ke pinggiran pantai
yang sedang surut. Dari atas motor berkecepatan 40 km/jam melaju di Jembatan
Suramadu, aku menikmati momen indah itu.
Ini adalah kali
pertama aku melintasi jembatan sepanjang 5,43 meter yang dibangun selama 6
tahun, dari Agustus 2003 hingga Juni 2009. Meski berkartu penduduk Surabaya, dan
acap kali “nongkrong” di bawah jalan layangnya, tapi baru pekan (awal Juli
2012) kemarin aku melintas di atasnya. Wow.., keren banget, gumanku berkali-kali
dalam hati.
Kenapa keren? Bayangkan
saja, kita berjalan (melintas) di atas Selat Madura berkedalaman 10-90 meter,
yang memisahkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura. Tidak dengan kapal feri, tapi
dengan kendaraan pribadi. Tepat di tengah-tengah selat, dari ketinggian 40
meter di atas permukaan laut, kita bisa melihat riak-riak ombak laut di bawah
jembatan. Ditambah lagi dengan bentangan kabel-kabel (cable stayed) yang menjulur dari dua menara setinggi 140 meter, “mengikat”
jembatan ini. Tak kalah cantik seperti Jembatan Golden Gate di Teluk San
Francisco,California, AS.
Sebenernya, saat
melaju sedikit kencang, kecepatan di atas 60 km/jam, agak ngeri juga. Terpaan angin
terasa lebih kuat, dan sesekali motor jadi sedikit limbung. Makin ngeri, karena
otak tiba-tiba melamunkan salah satu scene
dalam film Harry Potter 6 (Harry Potter and Half Blood Prince/2009). Dalam film
itu dikisahkan, Jembatan London Millenium Footbridge, membentang di atas Sungai
Thames, terombang-ambing akibat ulah sihir para penyihir jahat sehingga
membuatnya runtuh berantakan. (maaf, otaknya terlalu tinggi berimajinasi ^_^)
Namun, jangan
khawatir, jembatan yang dirancang dengan sistem antikorosi pada pondas tiang
bajanya, ini ternyata tahan gempa sampai 7 skala richter. Dan untungnya, di
sekitar kawasan itu cukup stabil. Sebab, tidak ditemukan patahan aktif dan
berdasakan katalog gempa, umumnya kekuatan gempa yang terjadi tak pernah lebih
dari 4 skala richter. Konon, Jembatan Suramadu yang desainnya mirip Jembatan
Barelang (Batam-Rempang-Galang) di Provinsi Kepulauan Riau, itu usia pakainya
sampai 100 tahun.
Untuk menyamankan
perjalanan, di jembatan dilengkapi alat pengukur angin, bendera penunjuk arah
angin (windsock), dan papan informasi cuaca. Jika kecepatan angin mencapai 11
knot (setara 40 km/jam) jembatan akan ditutup untuk motor, dan jika
kecepatannya di atas 18 knot (setara 65 km/jam) akan tertutup untuk semua jenis
kendaraan. Tapi, tak perlu cemas, konstruksi jembatan ini mampu menaham
kekuatan angin hingga 200 km/jam.
Jembatan Suramadu,
yang dibangun dengan dana mencapai Rp 4,6 triliun patungan pemerintah Indonesia
dan pinjaman China, itu merupakan ikon wisata baru bagi Jawa Timur, khususnya
Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan. Banyak teman dari luar kota yang
menanyakan seperti apa wujud dan penampilan jembatan itu. Salah satunya, kawan lama
sewaktu kuliah di Jogja yang kini bekerja di Kementerian Sekretaris Negara. “Mau
dong kalau ke Jembatan Suramadu,” ujarnya singkat.
Tak ayal, begitu
sampai di bibir jembatan, dan usai membayar tarif tol jembatan, Rp 3.000 untuk
motor, kameranya pun liar beraksi. Kamera ponselnya tak henti-hentinya memotret
saat motor ini aku lajukan dari sisi Surabaya melaju Madura. Tak sampai 15
menit, kami sampai di Bangkalan. Lepas dari jembatan, di jalan menuju ke pusat
kota Bangkalan, berjajar gubuk-gubuk bambu yang menjaja makanan, minuman, es
kelapa muda, juga layang-layang berbentuk/bergambar Sakera.
Karena tak tahu hendak
kemana, kami pun berbalik arah dan kembali ke Surabaya. Tidak seperti di sisi Surabaya,
ujung Jembatan Suramadu di sisi Madura ternyata tempatnya kurang menarik untuk
berburu gambar cantik. Oleh karena itu, aku pun mengajak kawan lama itu mengeksplorasi
arena di bawah jembatan sisi Surabaya.
Sang bagaskara yang
pulang ke peraduan, kapal-kapal kayu yang bersandar di pantai yang surut, dan
aktivitas anak-anak mencari yuyu
(kepiting kecil), adalah obyek yang kami abadikan di tiap jepretan kamera ponsel.
(berhubung aku lupa membawa kamera, terpaksa hanya pakai ponsel motretnya,
sedih...)
Melihat kokohnya
Jembatan Suramadu, makin bangga rasanya jadi orang Indonesia, apalagi jadi arek
Suroboyo. Dan, siapa bilang di Surabaya tak ada tempat asik buat jalan-jalan
selain mal yang berjubel jumlahnya. Ayo datang ke Surabaya...!! Sebab, selain
kulinernya yang rasanya mak nyoss,
suguhan arsitek kota tua dan arsitek modern yang tak kalah apik merupakan obyek
foto yang menarik untuk dinikmati.
-yuda thant-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar