Rabu, 21 November 2012

Hamil dan Darah Tinggi, Kombinasi yang Buruk


Tung tiiing,” bunyi ringtone pesan WhatsApp berdenting nyaring dari ponselku yang tergeletak di atas kasur. Dari Mbak Tulina, kakak sepupu dari Bali yang bekerja di bidang hukum. Gimana kabar?, tanya dalam pesan itu. “Kabar baik Mbak Tu,” jawab dalam pesanku. Saling balas pesan singkat pun berlanjut, mulai dari kerjaan, di Tabanan Bali yang gak ada bioskop, sampai urusan kehamilannya.

Dan sampailah pada pesan dia yang berbunyi, “Mtu lagi kena pre-eklampsia. Tensi tinggi. Selama dua minggu kemarin tensinya 170 per 110. Lemes,” tulisnya dalam pesan yang berderet.

Stop sampai di sini dulu. Dan aku mau bilang “wow...” (tapi gak pake koprol maupun salto), tensinya kakak sepupuku sampai 170/110. Itu tinggi banget, dan terbilang bahaya. Soalnya, tekanan darah yang normal bagi ibu hamil itu 120/80. Nah kalau sudah di atas 140/90, terutama pada kehamilan di atas 20 minggu, artinya si ibu hamil mengalami pre-eklampsia. Jika dibiarkan, berujung pada eklampsia yang bisa merenggut nyawa ibu maupun bayi dalam kandungannya.

Mungkin banyak yang belum paham soal apa sih itu pre-eklampsia ataupun eklampsia. Maklum itu istilah medis, dan bukan bahasa sehari-hari. Namun intinya adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi. Oke, biar lebih enak aku jelasin sedikit tentang keduanya ya.

Pre-eklampsia adalah kondisi medis pada ibu hamil yang timbul akibat hipertensi, yang berupa gejala medis terkait dengan meningkatnya jumlah protein dalam urine, pembengkakan (edema) di kaki, tangan, dan wajah. Komplikasi medis ini hampir umum terjadi pada kehamilan, dan terjadi setelah usia kandungan 20 minggu. Kondisi ini sering terjadi pada kehamilan pertama atau ibu hamil yang punya riwayat diabetes, atau mengandung bayi kembar, dan banyak kasus ini penyakit turunan.

Adapun eklampsia adalah kondisi lanjutan pre-eklampsia yang gak tertangani dengan baik. Selain gejala di atas, ibu hamil sering mengalami kejang-kejang. Komplikasi ini bisa mengakibatkan koma, bahkan kematian sebelum, sewaktu, atau sesudah melahirkan.

Diperkirakan, 1 dari 20 kasus pre-eklampsia berkembang jadi kasus eklampsia. Yang perlu diwaspadai, gejala pre-eklampsia ini kadang tidak kelihatan, sehingga hanya bisa diketahui lewat pemeriksaan tekanan darah. Jadi, sering-sering lah ibu hamil cek tekanan darah.

Lalu, apa penyebab dan pemicu pre-eklampsia ini? Kalau secara pasti belum bisa  diketahui. Gak bisa persis seperti DB karena gigitan nyamuk aedes aegypti. Konon, komplikasi ini disebabkan gizi yang gak seimbang/buruk, obesitas, dan gangguan aliran darah ke rahim. Untuk yang berisiko terkena gangguan klinis ini adalah ibu hamil yang punya riwayat tekanan darah tinggi, kelainan ginjal, kencing manis, dan lupus.

Kegemukan juga jadi faktor pemicu lho. Jadi, kalau kamu lagi hamil atau istrimu, kakakmu, atau sahabatmu lagi hamil, supaya diingatin, jangan sampai berat badannya bertambah berlebihan, melebihi pertambahan berat janinnya.

Seperti aku bilang di atas, dampak paling fatal dari pre-eklampsia adalah kematian. Menurut survey, tiga penyebab kematian terbesar ibu melahirkan adalah pendarahan, infeksi, dan pre-eklampsia dan eklampsia. Jika tidak teratasi, ibu hamil yang mengamali eklampsia terpaksa melahirkan bayinya yang masih prematur, sebab saat terjadi tekanan darah tinggi, pembuluh darah ibu mengerut sehingga aliran darahnya ke janin berkurang. Ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa si ibu.

Pada bayi, karena prematur berat badannnya ringan. Selain itu dampaknya bersifat lanjutan, seperti epilepsi, masalah pendengaran dan penglihatan, keterlambatan belajar saat masa anak-anak, sampai lumpuh otak (cerebal palsy).

Makanya, bagi ibu hamil yang terdeteksi hipertensi sebaiknya mengurangi asupan garam, makanan berlemak, harus istirahat yang cukup, menghindari stress, dan mengonsumsi obat yang aman pada janin. Ini terkhusus buat yang tekanan darahnya sudah mencapai 160/110, harus lebih waspada. (Ini berlaku juga buat kakak sepupu aku nih. Ntar setelah nulis blog, aku bakal kasih sedikit advise ke dia deh).

Bila kondisinya sudah parah, perawatan intensif di rumah sakit sebelum kelahiran, biasanya jadi solusi agar ibu & bayinya selamat. Yang penting, jangan malas bertanya atau konsultasi --istilah medisnya-- ke dokter kandungan atau bidan. Tujuannya untuk mendapatkan perawatan medis yang tepat.

Tung tiiing,” berdenting lagi pesan di WhatsApp. “Mtu berusaha gak stress. Sekarang sudah gak makan garam,” tulis kakak sepupuku.

- yuda thant -


Tidak ada komentar:

Posting Komentar