“Tung tiiing,” bunyi ringtone
pesan WhatsApp berdenting nyaring dari ponselku yang tergeletak di atas kasur. Dari
Mbak Tulina, kakak sepupu dari Bali yang bekerja di bidang hukum. Gimana
kabar?, tanya dalam pesan itu. “Kabar baik Mbak Tu,” jawab dalam pesanku. Saling
balas pesan singkat pun berlanjut, mulai dari kerjaan, di Tabanan Bali yang gak
ada bioskop, sampai urusan kehamilannya.
Dan sampailah pada
pesan dia yang berbunyi, “Mtu lagi kena pre-eklampsia. Tensi tinggi. Selama dua
minggu kemarin tensinya 170 per 110. Lemes,” tulisnya dalam pesan yang
berderet.
Stop sampai di sini
dulu. Dan aku mau bilang “wow...” (tapi gak pake koprol maupun salto), tensinya
kakak sepupuku sampai 170/110. Itu tinggi banget, dan terbilang bahaya. Soalnya,
tekanan darah yang normal bagi ibu hamil itu 120/80. Nah kalau sudah di atas
140/90, terutama pada kehamilan di atas 20 minggu, artinya si ibu hamil
mengalami pre-eklampsia. Jika dibiarkan, berujung pada eklampsia yang bisa
merenggut nyawa ibu maupun bayi dalam kandungannya.
Mungkin banyak yang
belum paham soal apa sih itu pre-eklampsia ataupun eklampsia. Maklum itu
istilah medis, dan bukan bahasa sehari-hari. Namun intinya adalah hipertensi
atau tekanan darah tinggi. Oke, biar lebih enak aku jelasin sedikit tentang
keduanya ya.
Pre-eklampsia adalah kondisi
medis pada ibu hamil yang timbul akibat hipertensi, yang berupa gejala medis
terkait dengan meningkatnya jumlah protein dalam urine, pembengkakan (edema) di
kaki, tangan, dan wajah. Komplikasi medis ini hampir umum terjadi pada
kehamilan, dan terjadi setelah usia kandungan 20 minggu. Kondisi ini sering
terjadi pada kehamilan pertama atau ibu hamil yang punya riwayat diabetes, atau
mengandung bayi kembar, dan banyak kasus ini penyakit turunan.
Adapun eklampsia
adalah kondisi lanjutan pre-eklampsia yang gak tertangani dengan baik. Selain gejala
di atas, ibu hamil sering mengalami kejang-kejang. Komplikasi ini bisa mengakibatkan
koma, bahkan kematian sebelum, sewaktu, atau sesudah melahirkan.
Diperkirakan, 1 dari
20 kasus pre-eklampsia berkembang jadi kasus eklampsia. Yang perlu diwaspadai,
gejala pre-eklampsia ini kadang tidak kelihatan, sehingga hanya bisa diketahui
lewat pemeriksaan tekanan darah. Jadi, sering-sering lah ibu hamil cek tekanan
darah.
Lalu, apa penyebab dan
pemicu pre-eklampsia ini? Kalau secara pasti belum bisa diketahui. Gak bisa persis seperti DB karena
gigitan nyamuk aedes aegypti. Konon, komplikasi ini disebabkan gizi yang gak
seimbang/buruk, obesitas, dan gangguan aliran darah ke rahim. Untuk yang
berisiko terkena gangguan klinis ini adalah ibu hamil yang punya riwayat
tekanan darah tinggi, kelainan ginjal, kencing manis, dan lupus.
Kegemukan juga jadi
faktor pemicu lho. Jadi, kalau kamu lagi hamil atau istrimu, kakakmu, atau
sahabatmu lagi hamil, supaya diingatin, jangan sampai berat badannya bertambah
berlebihan, melebihi pertambahan berat janinnya.
Seperti aku bilang di
atas, dampak paling fatal dari pre-eklampsia adalah kematian. Menurut survey, tiga
penyebab kematian terbesar ibu melahirkan adalah pendarahan, infeksi, dan
pre-eklampsia dan eklampsia. Jika tidak teratasi, ibu hamil yang mengamali
eklampsia terpaksa melahirkan bayinya yang masih prematur, sebab saat terjadi
tekanan darah tinggi, pembuluh darah ibu mengerut sehingga aliran darahnya ke
janin berkurang. Ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa si ibu.
Pada bayi, karena
prematur berat badannnya ringan. Selain itu dampaknya bersifat lanjutan,
seperti epilepsi, masalah pendengaran dan penglihatan, keterlambatan belajar saat
masa anak-anak, sampai lumpuh otak (cerebal palsy).
Makanya, bagi ibu
hamil yang terdeteksi hipertensi sebaiknya mengurangi asupan garam, makanan
berlemak, harus istirahat yang cukup, menghindari stress, dan mengonsumsi obat
yang aman pada janin. Ini terkhusus buat yang tekanan darahnya sudah mencapai 160/110,
harus lebih waspada. (Ini berlaku juga buat kakak sepupu aku nih. Ntar setelah
nulis blog, aku bakal kasih sedikit advise ke dia deh).
Bila kondisinya sudah
parah, perawatan intensif di rumah sakit sebelum kelahiran, biasanya jadi
solusi agar ibu & bayinya selamat. Yang penting, jangan malas bertanya atau
konsultasi --istilah medisnya-- ke dokter kandungan atau bidan. Tujuannya
untuk mendapatkan perawatan medis yang tepat.
“Tung tiiing,” berdenting
lagi pesan di WhatsApp. “Mtu berusaha gak stress. Sekarang sudah gak makan
garam,” tulis kakak sepupuku.
- yuda thant -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar