Coba hitung, berapa uang yang Anda
habiskan dalam sebulan untuk membeli pulsa? Rp 20.000, Rp 50.000, Rp 100.000,
Rp 500.000, atau Rp 1.000.000?
Jawabannya pasti tidak sama dan beda-beda
tiap orang. Sebab, itu bergantung apa pekerjaan, penghasilan, status sosial,
sampai seberapa penting peran kita di dalam masyarakat. Terkadang juga
bergantung moment atau situasi apa
yang sedang terjadi. Misalnya, pas lebaran atau saat ada hajatan keluarga, mau
tak mau, biaya pulsa membengkak. Telepon sana, telepon sini. SMS sana, SMS
sini. Pokoknya, ponsel gak bisa jauh-jauh dari tangan, bibir, dan telinga kita deh.
Belanja pulsa setiap orang itu juga
fluktuaktif. Makin banyak ponsel yang dipunya, berarti budget untuk beli pulsa
juga harus lebih besar. Kadang, makin besar penghasilan seseorang, semakin besar
pula duit yang disedot untuk belanja pulsa. Sewaktu kantong tipis, beli
pulsanya ketengan. Tapi pas gajian, pasti
dong beli voucher pulsa yang nominalnya paling besar. Pulsa itu seperti bahan
pelengkap gaya hidup masa kini yang borderless.
“Kayak orang susah aja. Sudah telepon saja. Lama jawabnya kalau pakai SMS,”
begitu candaan yang sering terlontar kalau kita lagi nongkrong dengan
teman-teman.
Indonesia termasuk negara dengan tarif
telepon yang murah, jauh lebih murah dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Singapura dan Malaysia. Jika dirata-rata, biaya yang dibayarkan oleh
pelanggan untuk ngobrol di telepon hanya sekitar Rp 90-100 per menit. Tarif itu
tidak jauh beda dengan di India, meski negari Bollywood itu pernah menawarkan
tarif sampai Rp 50 per menit. Coba bandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang
tarif teleponnya sekitar Rp 1.000-Rp 1.500 per menit. Jelas, tarif telpon di
Indonesia itu murah.
Tarif itu sepertinya sudah dihitung degan
tarif atau paket promo yang sering kali diluncurkan operator seluler. Hampir
semua operator menawarkan tarif murah, bahkan sempat terjadi perang tarif demi
merebut hati pelanggan. Ada paket yang basisnya periode waktu, jumlah menit
bicara, hingga bonus pulsa kartu perdana. XL misalnya, dengan membayar tarif Rp
2.000 per hari untuk “Paket Serbu,” pelanggan bisa menelepon 200 menit ke
sesama pengguna XL, kirim 1.000 SMS ke semua operator, ditambah akses media
sosial, seperti Line, WeChat, dan WhatsApp seharian. Asik bukan!
Tidak heran jika belanja pulsa masyarakat Indonesia terus meningkat tiap tahunnya. Dari survei yang dilakukan Nielsen, 11 persen dari pengeluaran masyarakat kelas menengah adalah untuk belanja pulsa. Nilainya diperkirakan Rp 110.000-Rp 220.000 per bulan. Angka itu lebih tinggi dari rata-rata ARPU yang diterima operator berkisar Rp 40.000 per pelanggan. Hal ini mungkin wajar, karena satu orang bisa memiliki dua-tiga nomor berbeda dari beberapa operator.
Tidak heran jika belanja pulsa masyarakat Indonesia terus meningkat tiap tahunnya. Dari survei yang dilakukan Nielsen, 11 persen dari pengeluaran masyarakat kelas menengah adalah untuk belanja pulsa. Nilainya diperkirakan Rp 110.000-Rp 220.000 per bulan. Angka itu lebih tinggi dari rata-rata ARPU yang diterima operator berkisar Rp 40.000 per pelanggan. Hal ini mungkin wajar, karena satu orang bisa memiliki dua-tiga nomor berbeda dari beberapa operator.
Jika di negara berkembang kebanyakan
adalah pengguna prabayar, untuk pengguna telepon di negara maju umumnya
pelanggan pascabayar. Namun uniknya, tarif telepon di negara-negara maju,
seperti kebanyakan negara di Eropa dan Amerika, justru lebih mahal. Di Inggris
dan Amerika, pelanggan yang berkomunikasi lewat telepon seluler dikenai tarif
sekitar Rp 3.800-Rp 4.000 per menit. Itu berarti hampir 40 kali lipat dari
biaya menelepon di Indonesia. Gila, bisa-bisa jika tarif ini berlaku di sini,
gaji sebulan bakalan habis hanya buat bayar tagihan telepon.
Murahnya tarif telepon di Indonesia
seharusnya lebih membawa manfaat bagi pengguna telepon, dan masyarakat pada
umumnya. Sebab, dana pulsa tidak sampai menguras pundi-pundi penghasilan si
pemakai telepon, sehingga mereka masih punya cukup uang untuk memenuhi
kebutuhan dasar, seperti makanan bergizi, kesehatan, pendidikan, tempat
tinggal, hingga lingkungan yang bersih dan sehat. Malah, dengan paket-paket
tarif murah, keuntungan pelanggan berlipat, produktivitas meningkat, dan
kesejahteraan keluarga bergeliat. Namun, apakah sudah demikian?
Data Organization for Economic Cooperation
and Develompent (OECD) tahun 2005, menunjukkan posisi Indonesia adalah urutan
ke 71 sebagai negara yang punya kualitas hidup baik. Itu artinya, dari kaca
mata alat ukur yang digunakan OECD Indonesia belum dinilai punya kualitas hidup
yang baik. Karena masih ada 28 juta orang Indonesia hidup di bawah garis
kemiskinan, belum semua anak-anak usia sekolah mengenyam pendidikan hingga SMA,
fasilitas dan akses kesehatan belum merata, dan tingkat pencemaran tinggi,
bahkan Jakarta disebut kota paling berpolusi setelah Beijing, New Delhi, dan
Mexico City.
Meski merayap, indeks pembangunan manusia
(IPM) Indonesia membaik. Tahun 2012, United Nations Development Programme
(UNDP) menyatakan IPM Indonesia naik tiga tingkat menjadi ke posisi 121.
Peringkat ini memang di bawah Singapura (18), Brunai (30), Malaysia (64),
Thailand (103), dan Filipina (114), sehingga Indonesia masih berada dalam
“area” negara pembangunan menengah. Saat ini, angka harapan hidup di Indonesia
69,8 tahun, jauh lebih baik dibandingkan 30 tahun lalu, yang hanya 57,6 tahun.
Demikian pula dengan angka partisipasi sekolah naik dari 8,3 tahun menjadi 12,9
tahun.
Naiknya peringkat IPM Indonesia adalah
sinyal positif, dan ini tentu saja salah satunya karena peran industri
telekomunikasi yang memberikan kemudahan akses dan tarif sehingga membuat para
pelanggan tidak perlu bernafas dengan dada yang sesak. Mengapa bisa begitu?
Gampang. Mari kita gunakan analogi paling sederhana. Ketika uang di dompet
tidak terkuras hanya untuk satu jenis kebutuhan, maka kebutuhan-kebutuhan
lainnya akan terpenuhi secara seimbang. Apalagi yang bisa dihemat itu adalah
budget pulsa, yang sekarang jadi salah satu pos pengeluaran primer bagi
masyarakat Indonesia.
Bisa Menabung
Bayangkan, jika tarif yang sekarang 10
kali lipat lebih mahal, maka belanja pulsa yang harusnya hanya Rp 50.000
menjadi Rp 500.000 per bulan. Apabila gaji saya mengacu standar upah minimum Kota
Surabaya misalnya, Rp 1,7 juta, dengan tingginya tarif telepon itu berarti 30
persen penghasilan tersedot untuk belanja pulsa. Sedangkan jika belanja pulsa
hanya Rp 50.000-Rp 100.000 per bulan, atau sekitar 3-6 persen penghasilannya,
jelas sangat besar bedanya. Selisih yang sampai Rp 400.000 dapat digunakan
untuk mencukupi kebutuhan dasar, seperti makanan yang bergizi, pendidikan, dan
kesehatan.
Yang lebih penting, pelanggan bisa
menghemat dan menabung lebih banyak penghasilan yang dia dapatkan tiap bulan.
Taruhlah dengan Rp 400.000 tersebut, seorang bujang yang belum punya istri,
bisa menginvestasikannya untuk asuransi kesehatan atau asuransi sekaligus
investasi. Jika seorang ayah yang punya anak, uang itu tentunya cukup untuk
membeli susu selama sebulan, sudah termasuk membayar premi asuransi termurah
untuk kesehatan anak. Untuk ibu yang bijak, uang Rp 400.000 bisa diolahnya
menjadi menu makanan bergizi seimbang dan sedikit mewah, meski hanya sebulan
dua kali.
Dengan tarif telepon yang murah, seorang
kepala keluarga dengan dua anak kembar yang duduk di sekolah dasar, tentu bisa
menyisihkan uang dari belanja pulsanya untuk biaya pendidikan anaknya. Seorang
guru atau dosen dapat menelepon atau mengirim SMS sesering mungkin tanpa takut
bayar mahal untuk mengetahui perkembangan tugas sekolah atau tugas belajar yang
dikerjakan siswanya. Tarif internet dan SMS murah, memudahkan dosen memberikan
tugas kepada mahasiswa saat dia tidak hadir atau terlambat datang di kelas,
sehingga tidak ada lagi jam pelajaran kosong dan pemborosan waktu.
Menurut survei Nielsen tahun 2010 di 9
kota besar di Indonesia, belanja pulsa pengguna ponsel memang menciut. Namun,
pendapatan operator seluler tetap tinggi Hal ini mengindikasikan terjadi
penurunan tarif telepon yang disambut baik konsumen. Tahun 2010, dari hasil
survei, pelanggan yang membelii pulsa kurang dari Rp 50.000 per bulan sebanyak
58 persen, meningkat dibandingkan angkat
tahun 2005 yang hanya 18 persen. Sementara pelanggan yang budget pulsanya Rp
50.000-Rp 100.000 per bulan turuan dari 51 persen menjadi 29 persen, yang
belanjanya Rp 100.000-Rp 150.000 per bulan turun dari 13 persen menjadi 6
persen, demikian pula yang belanjanya di atas Rp 150.000 turun dari 18 persen
menjadi 7 persen.
Tambah Setoran
Murahnya tarif telepon yang berbanding
lurus dengan terjangkaunya harga ponsel, bahkan yang berbasis telepon pintar
dan berbasis android, membuat hampir semua orang dewasa di tanah air ini punya
ponsel. Dari manajer kantor perusahaan multinasional, sampai bakul jamu
keliling komplek, dari pemilik cafe franchise hingga pemilik warung tegal, dari
pilot burung besi sampai tukang ojek di simpang lima, dan sampai wanita karier
hingga ibu-ibu rumah tangga. Ponsel adalah pelengkap sekaligus benda pentiing
dalam karier atau ketebalan dompet seseorang.
Dulu, tukang ojeg yang mangkal di simpang
lima hanya mengandalkan orang-orang yang melintas di pangkalan untuk diantar ke
tempat tujuan. Tapi dengan tarif yang murah, mas-mas tukang ojeg bisa menjadi sopir
pribadi yang mengantar sekaligus menjempet penumpang. Jika belum ada panggilan,
dia pun aktif menanyakan apakah si penumpang sudah waktunya dijemput. Hal yang
sama dengan sopir mobil jeep rental di Bromo, yang akan menjemput sesuai dengan
waktu yang disepakati di area parkir. “Nanti saya telepon mbak kalau sudah jam
(pukul) 08.00, terus saya antar mbak dan teman-temannya ke atas (tempat parkir)
lagi. Boleh minta nomor teleponnya mbak?,” tanya sopir jeep kepada temanku.
Pengalaman soal murahnya biaya telepon,
memudahkan tukang pijat langganan saya datang dan pergi ke rumah pelanggannya,
meski dia (maaf) tunanetra. “Saya sengaja pasang nomor HP saya di plag (papan)
depan gang rumah. Supaya nanti kalau ada orang yang butuh tinggal telepon
saya,” begitu kata dia. “Setelah ada panggilan, saya baru telepon tukang ojeg
langganan saya untuk mengantar dan jemput saya nanti. Begini kan sama-sama
enak, saya dapat untung, teman saya yang tukang ojeg juga dapat,” dia
menjelaskan.
Paket tarif murah membuat siapa saja bisa
berpromosi lewat SMS dan menelepon bermenit-menit calon klien yang akan
mendatangkan keuntungan. XL misalnya, dengan “Paket Serbu” pelanggan hanya
perlu membayar Rp 2.000 per hari sudah bisa mengirimkan sampai 1.000 SMS kepada
siapa saja dan ke operator mana saja. Demikian pula dengan operator lain
seperti Indosat dan Telkomsel, dengan paket tarif murahnya. Jika Indosat IM3
memberikan fasilitas SMS gratis ke semua operator setelah penggunaan telepon
minimal Rp 250, maka pengguna kartu Simpati bisa mendapatkan 1.000 SMS dari
paket SMS Mania setelah melakukan aktivasi dengan tarif Rp 2.500 per hari.
Seandainya saya pemilik cafe kecil-kecilan
di Bandung yang baru grand opening, pastilah paket-paket tarif murah itu akan
langsung saya manfaatkan untuk memudahkan aksi promosi ke teman-teman lewat SMS
atau media sosial. “Hi guys, gue baru buka cafe di Dago, menunya asik dan ada
live music, kalau butuh tempat nongkrong mampir ya,” begitu mungkin kira-kira
bunyi pesan yang bakal aku sebar kepada 1.000 teman.
Tarif telepon, SMS, dan internet melalui
ponsel (data) murah jelas meningkatkan produktivitas seseorang. Order, job,
pesanan, atau tugas-tugas bisa diinsormasikan dengan mudah dan murah, efisien
dan efektif. Bos tidak harus selalu mengadakan meeting di ruangan, jika rapat itu bisa dilakukan secara teleconfrence lewat telepon atau media
sosial. Seorang seniman tak perlu lagi harus saling bertemu untuk membuat karya
musik bersama, cukup dengan saling menelepon atau chatting di WhatsApp dan
WeChat untuk berbagi materi. Tinggal jreeng
jreeng dan lalalala yeyeye,
kirim, dengarkan, diskusi, edit, dan voila,
jadilah sebuah lagu.
Makin Akrab, Makin Sayang
“Dulu,
jarak membelah kita. Kini, tak ada jarak yang mampu memisahkan kita,” begitu
rayuan temanku, seorang laki-laki kepada kekasihnya yang terpisah ratusan
kilometer, antara Surabaya-Bogor. Hubungan jarak jauh adalah momok paling
ditakuti siapa pun. Tidak bisa ngobrol, tidak bisa say hello, tidak bisa bilang
“I love you,” dan sebagainya. Untunglah, para operator telepon ini menjadi
dewa-dewi penolong. Terbukti, tiap hari pasangan ini saling mengirimkan belasan
pesan lewat SMS atau WhatsApp.
Tarif bicara, berkirim pesan, dan data
yang murah, membuat hubungan keluarga, pertemanan, dan percintaan makin
harmonis. Seorang ayah tidak perlu lagi khawatir bagaimana kabar putrinya yang
sedang berkuliah di Jogjakarta. Karena kapan pun si ayah bisa menelepon putrinya
yang sama-sama jadi pelanggan di satu operator. Kawan yang terpisah jauh dan sudah lama tidak
bersua, bisa tetap saling berkomunikasi, atau seorang bos yang baik hati
menanyakan kabar anak-anak buahnya yang tersebar di seluruh nusantara. “Gimana,
kerjaan lancar di sana? Ada kesulitan tidak? Ada isu yang menarik tidak yang
bisa dijadikan bahan tulisan?,” tanya Mas Haryadi, bosku dulu, sewaktu aku
bekerja di salah satu kantor penerbitan.
Seperti XL dengan program “Paket
Akrab”-nya, yang akan semakin mengakrabkan tali silaturahmi. Sebab, hanya
dengan Rp 5.000 dan mendaftarkan 2 nomor kerabat yang juga pengguna XL,
pelanggan sudah bisa mendapat gratis telepon satu jam dan 60 SMS per hari
selama lima hari. Wow.., kalau begini pacaran jarak jauh pun tidak masalah, toh
telepon murah bisa dilakoni kapan saja. Banyak pilihan paket yang disediakan
sembilan operator telepon di Indonesia. Dengan begitu, kerja tidak terganggu
karena komunikasi tetap bisa terjalin lancar, sehingga produktivitas tetap
berkualitas.
Tarif telepon murah, yang sempat
dipelopori oleh XL sekitar enam tahun lalu, merupakan peluang bagi pelanggan
telepon, termasuk saya, untuk mempertebal produktivitas dan menggapai kehidupan
yang lebih sejahtera. Jadi, tidak selamanya yan murah itu tidak berkualitas.
Murah apabila dipadankan dengan kreativitas dan bekerja yang bijak, akan
menghasilkan sesuatu yang berkualitas, termasuk hidup yang berkualitas.
-yudathant-
(timbuktu h)
(timbuktu h)
Tulisan ini diikutsertakan dalam "Lomba Karya Tulis XL Award 2013"
Sumber data:
Tarif Telepon di Indonesia Paling Murah Sejagad,
diakses dari situ http://www.merdeka.com/uang/tarif-telepon-di-indonesia-paling-murah-sejagat.html
Survei: Biaya Telekomunikasi Tak Lagi Mahal,
diakses dari situs http://www.tempo.co/read/news/2011/02/08/090312035/Survei
UNDP: Nilai IPM Indonesia Naik, diakses dari situs
http://www.voaindonesia.com/content/undp-indeks-pembangunan-indonesia-naik/1624179.html
Indeks Kualitas Hidup, diakses dari situs http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Kualitas_Hidup
Paket dan tarif XL, diakses dari situs http://www.xl.co.id/id/prabayar
Tarif IM3, diakses dari situs http://www.indosat.com/im3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar