Beberapa scene Julia Roberts di film "Eat, Pray, Love" |
Dengan dress batik warna biru turquoise, Julia Robert mengayuh
sepedanya menyusuri jalanan desa yang kanan-kirinya dihiasi pemandangan sawah.
Wajahnya yang cantik tersapu angin dan mentari pagi, tampak bahagia saat
mencari kisah cintanya di Pulau Dewata.
Itulah salah satu scene dalam film “Eat, Pray, Love” yang dirilis tahun 2010
lalu. Yang menarik dalam scene ini, dress batik yang dikenakan Julia.
Sepertinya, ini film pertama Hollywood yang menyuguhkan batik menjadi kostum
bagi pemeran utamanya. Batik masuk film Hollywood, meski hanya tampil sebagai
“figuran.”
Saat ini, makin banyak pesohor dunia yang
menggemari batik. Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela yang menggemari batik
sejak 15 tahun silam, salah satunya. Selebritis dunia, seperti Jessica Alba dan
Heidi Klum pun demikian. Batik juga mulai masuk ke butik-butik di luar negeri,
yang menjadi destinasi selebritis jagad raya ini belanja. Batik makin mendunia,
dan dunia mulai mengenal batik Indonesia.
Sejak disahkan sebagai warisan budaya tak
benda (intengible cultural heritage)
oleh UNESCO tahun 2009, industri batik di tanah air bergeliat. Jika
dibandingkan dengan tahun 2006, pertumbuhan industri batik tahun 2010 melejit
di atas 56 persen. Bahkan, batik mampu menyumbang pendapatan negara yang tidak
sedikit. Kontribusi batik dari hasil ekspor sebesar 69 juta dolar AS, dan diperkirakan tiap tahun
pendapatan dari produksi batik mencapai Rp 100 miliar. Hal ini dilihat dari
sumbangan industri fashion tahun 2011 saja sebesar Rp 147 triliun atau 28
persen dari total PDB industri kreatif.
Sebagai salah satu produk subsektor indsutri
kreatif, industri batik mampu menyerap 3,5 juta orang tenaga kerja. Ini belum
termasuk dengan tenaga kerja tidak langsung yang mendukung industri batik.
Pihak Kementerian Perindustrian memperkirakan sekitar 7 juta orang tenaga kerja,
yang langsung dan tidak langsung, berkecimpung dalam industri batik. Batik
merupakan salah satu lokomotif terkuat industri kreatif di Indonesia.
Umumnya, 99 persen industri batik di
Indonesia adalah unit usaha kecil menengah. Sebanyak 55.912 unit usaha tersebar
di tanah air dan membentuk sentra industri batik, seperti di Pekalongan dan Solo
di Jawa Tengah; Cirebon, Indramayu, dan Garut di Jawa Barat; Madura, Pacitan,
danTuban di Jawa Timur; Bantul di Yogyakarta; Serang di Banten; Jambi dan
Palembang di Sumatera, juga di Pare-pare Sulawesi.
Potensi pasar batik dalam negeri sendiri
juga terus meningkat, sejak pemerintah menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai
batik nasional. Euforia masyarakat untuk “berbatik” yang meledak-ledak makin
menyuburkan pasar batik di dalam negeri sendiri. Batik tidak lagi menjadi
produk fashion yang dikenakan, seperti kemeja, gaun, rok, dan aksesoris busana,
tapi sudah merambah ke tas, sepatu, cover laptop, sarung bantal dan hiasan
dinding. Malahan, konsep batik diadopsi menjadi ornamen penghias produk,
seperti mobil batik dan gitar batik. Konsumen domestik diperhitungkan mencapai
72,8 juta.
Angka 72 juta sebetulnya belum bisa
disebut bagus. Sebab, jumlah itu hanya sekitar 30 persen dari jumlah penduduk
Indonesia, dan 26 persen jika dibandingkan dengan 270 juta pengguna ponsel di
Indonesia. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
pertumbuhan industri batik diyakini bisa meroket lagi. Asalkan, industri batik
dalam negeri memaksimalkan layanan dan akses kemudahan yang disediakan oleh
operator seluler.
Melalui telepon seluler, pengguna kini dengan
gampangnya mengakses internet. Tarif berselancar lewat ponsel pun kian
terjangkau, dengan koneksi super cepat. XL dengan “hotrod 3G+” menjanjikan
layanan internet yang cepat dan stabil, juga XL Bebas yang memberikan fasilitas
internet gratis 6 bulan. Demikian pula operator lain seperti Tri dan Axis yang
menawarkan layanan “tidak pernah mati” (always
on) dan pulsa gratis.
Situasi seperti ini adalah peluang bagi
produsen, distributor, dan desainer batik menjajakan produk kreatifnya. Mereka
tidak perlu lagi khawatir dengan biaya iklan yang mahal. Sebab, hanya berbekal
internet di ponsel, promosi ke tetangga desa, kerabat di kota lain, sampai ke
klien dari negara di ujung dunia pun dengan gampangnya bisa dilakukan.
Transaksi jual beli e-commerce juga
bisa lewat ponsel. Hanya tinggal tentukan barangnya, jumlahnya, tawar menawar
harganya, lalu bayar. Tidak perlu lagi harus bertemu, karena “pasar dunia maya”
menawarkan kemudahan yang tak terkira.
Konsumen mancanegara adalah target
berikutnya yang bisa dilakukan melalui akses internet di ponsel. Pasar Eropa
dan Amerika Serikat adalah sangat menjanjikan. Konsumen di kedua benua itu
tidak hanya peduli dengan produk kreatif, namun juga produk bernilai seni
budaya, berbahan alam dan ramah lingkungan, yang terwujud dalam sehelai kain
atau sebuah gaun batik. Penetrasi internet di kedua benua itu juga sudah
tinggi, lebih dari 60 persen, sementara di Asia baru 32 persen dari populasi
penduduknya.
Batik pun dapat menjadi magnet wisatawan
mancanagara datang ke Indonesia. Proses produksi dan filosofi membatik
merupakan daya tarik wisata yang elok ditawarkan kepada mereka. “Banyak kok
bule yang suka membatik. Mereka bikin batik, terus hasilnya mereka bawa pulang,”
ujar salah seorang pemandu wisata di kawasan Taman Sari Yogyakarta.
Jika hal menarik ini dipromosikan lewat
internet, tentu makin banyak bule yang datang. Caranya? Gampang, dan bisa
dilakukan sendiri oleh si perajin batik. Cukup rekam gambar proses membatik dan
kain-kain batik yang dihasilkan dengan kamera, unggah ke situs Youtube dan
Facebook. Di sinilah peran operator
seluler, seperti XL, bisa menjadi kunci pembuka gerbang mendunianya batik. Berperan
sebagai prootor dan pemasaran merupakan tanggung jawab pihak swasta,
melanjutkan kerja pemerinttah yang telah memudahkan akses produksi perajin dan
desainer batik.
Bandingkan, kolom pertama dan kedua adalah koleksi busana batik, sedangkan pada kolom ketiga dan empat adalah busaha koleksi Versace. |
Tarif murah dan kecepatan akses internet
adalah tawaran terbaik yang diberikan para operator seluler. Harapannya,
kemudahan akses internet membuka wawasan dan mengembangkan ide-ide
perajin/desainer batik tentang desain baru yang sesuai selera pasar. Sudah ada batik bermotif logo club bola, mobil
(alat transportasi), dan motif lainna yang modern dengan warna-warna cerah.
Siapa tahu, sebentar lagi XL bakal meluncurkan simcard bermotif batik.
Dalam film “Eat, Pray, Love” batik memang
tampil seklebatan. Namun, jika promosi batik gencar dan berkelanjutan, tentunya
melalui ponsel yang kita genggam, yakinlah batik bakal menjadi pemeran utama
dalam film-film Hollywood berikutnya. Seperti kain sari di India, batik
merupakan jati diri budaya bangsa Indonesia. Namun di saat bersamaan, batik
juga layak disandingkan dengan Versace di panggung industri fashion dunia. Maka
dari itu, mulailah dari sekarang menduniakan batik dari ponsel Anda.
-yudathant-
Tulisan ini diikutkan lomba karya tulis XL Award 2013
Sumber tulisan
diambil dari situs:
http://www.pikiran-rakyat.com/node/146342
Industri Batik Sumbang Ekonomi Kreatif Rp 3 Miliar.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/1490/Batik-Sokong-Pertumbuhan-Ekonomi-Kreatif-20-30 , Batik Sokong Pertumbuhan Ekonomi Kreatif
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/29/1305181/Batik.Bisa.Jadi.Industri.Strategis. Batik Bisa Jadi Industri Strategis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar