Siapa sih yang belum atau malahan mungkin tidak pernah sama sekali ditolak?
Hampir semua orang pernah merasakan penolakan. Kalau pun ada, wow salut..!! (*angkat
5 jempol, yang 1 jempol minjem ke tetangga)
Contohnya, dosen yang menolak hasil penelitian kita yang sudah dikerjakan
mati-matian (atau kalau anak sekarang bilang berdarah-darah), atau ditolak ama
perusahaan yang kamu incar sejak belum lulus kuliah, atau permintaan mu untuk
jalan-jalan ke Bromo ditolak ama emak-babe karena kamu perginya cuman ama pacar,
ditolak bergabung dalam sebuah grup/komunitas karena dianggap kamu gak
kompeten, atau malah ditolak mentah-mentah ama cowok idaman yang kamu taksir
dan bikin kamu melayang tiap malam membayangkan dirinya.
Hehehe..., itu lah bentuk penolakan yang mau gak mau kadang terjadi ama
diri kita. Lalu apa maksud aku menulis cerita bertema rejected ini?? (kalau ada
asap pasti ada api-nya dong). Apa aku barusan ditolak? (kalau dijawab, ntar
jadinya curcol, tapi kalo gak dijawab kok kesannya muna ya...)
Yup, aku emang baru saja ditolak. Dan kamu pasti tahu kan rasanya gimana? Seperti
tersandung landak, masuk ke dalam lubang buaya, lalu ketiban batu karang, terus
dicaplok ama buaya-buaya yang kelaparan. “Jancoookkk.., loro tenan. Ngene tho rasane
ditolak! Asu...! lorone cok..!!” Apa lagi yang nolak itu adalah some one yang udah mati-matian kita
kejar dan susah payah kita gapai. Gak sedikit pengorbanan dilakukan demi
mendapatkan dirinya. Bahkan, prioritas hidup pun sempat dialihkan hanya demi
dia. Tapi apa hasilnya? Nol besar. Padahal, semangat juang udah berkobar-kobar
dan pantang menyerah. Tapi kok tetap aja hasilnya ditolak.
Sakit, kecewa, dan putus asa. Yah, sempat ngerasain hal yang anak sekarang
bilangnya “galau.” Bingung mau ngapa-ngapain, pikiran gak fokus, dan sedih
berlarut. Hati terus menggugat kenapa ditolak? Adakah yang salah dan kurang
pada diriku??!! Apakah dia terlalu “besar” untuk digapai?? Atau, apakah dia
bukan orang yang tepat untuk berbagi dan mengisi hidup bersamaku????
Tiba-tiba, aku terbangun. “Wake-up dude! Move on. Don’t stuck on your puddle!!”
Sekarang ini bukan waktunya terlarut dan terjerembab dalam kubangan. “Ayo
semangat. Masih banyak mimpi yang bisa kamu raih. Masih banyak kebahagiaan
hidup di depan yang belum kamu nikmati. Jangan terhenti di sini hanya karena
kamu ditolak. Dunia belum berakhir!!” hati kecil ini berontak marah.
Pelan-pelan, aku mencoba untuk menata ulang prioritas yang kemarin-kemarin sempat
berantakan. Belajar melupakan kenangan indah yang pernah diimpikan dan sempat
dilakoni berdua. Menjaga jarak agar suasana terasa lebih netral. Mengalihkan
fokus hidup bukan lagi pada dirinya. Mensyukuri semua yang telah aku dapatkan
darinya, meski itu hanya sesaat dan mungkin semu. Dan yakin, ada rencana
terbaik yang disiapkan untuk aku. Bukan sekarang, tapi nanti.
“Mungkin dia
memang bukan yang terbaik bro. Anggap aja begitu, itu supaya lu bisa melupakannya,”
saran sahabat di kantor lama, yang dulunya anak psikologi.
Penolakan adalah bentuk ketidaksetujuan seseorang atau kelompok terhadap
orang atau obyek yang akan dimasukkan/dilibatkan dalam aktivitas mereka.
Penolakan ada bentuknya interpersonal ada juga penolakan romantis. Ciri-ciri
penolakan yang ditampilkan seseorang/kelompok kepada orang lain adalah dengan
perlakukan diam, mengabaikan, mengejek bahkan mengganggu *bullying). Jaman dulu
malah ada yang sampai diasingkan atau dikucilkan karena ditolak oleh kelompok
yang berkuasa di daerah itu, dengan alasan tidak sefaham atau akan mengganggu
kelangsungan hidup kelompok tersebut.
Nah, pengalaman dan kadar rasa penolakan tiap orang tentu saja beda-beda.
Semua bergantung pada karakter, kondisi sosio-psikologi, besarnya tekanan
(perlakukan) penolakan, juga lingkungan sekitar orang tersebut. Parahnya, jika
orang yang ditolak ternyata over sensitif (haduh.., untung udah belajar supaya
aku gak terlalu sensitif, hehehe :P ). Kecenderungan negatif berupa konsekuensi
psikologi yang bisa muncul dari dampak penolakan adalah perasaan rendah diri,
agresi (perasaan marah), kesepian, hingga depresi.
Secara emosional, penolakan itu menyakitkan (setujuuuu..!! *sambil
mengepalkan tangan ke atas tanda menyetujui). Sebab, setertutup apapun seorang
individu, secara alamiah dia membutuhkan kelompok atau orang lain yang mau
menerimanya (manusia sebagai makhluk sosial). Bahkan, kata Opung Abraham Maslow dalam teori hirarki kebutuhan manusia-nya,
kebutuhan ketiga manusia adalah kebutuhan untuk disayangi dan dicintai
(diterima) oleh orang lain. Jadi, sadar-gak sadar atau mau-gak-mau, ternyata
kita emang butuh yang namanya cinta yah... (haduh capek deh.., padahal baru
ajah mau menghapus kata cinta dalam kamus hidup ane).
Ok, back to business. Penolakan bisa dianggap juga sebuah ancaman
terselubung dong kalau begitu. Soalnya, penolakan yang terus menerus, gak
terkontrol, berlebihan, dan tidak tersolusikan, dapat menimbulkan reaksi
individual ataupun sosial. Orang yang ditolak, umumnya akan gelisah, marah, dan
bersikap terlalu khawatir dengan penolakan-penolakan lanjutan sehingga malas
beraktivitas lagi. Atau malah mungkin berperilaku anarkhis dan ujung-ujungnya
menyiksa diri dan bunuh diri. (duhh.., amit-amit jabang monyet.. *sambil
ketok-ketok meja tiga kali).
Singkat kata, buat kamu galauers-galauers yang sekarang lagi kecewa akibat
ditolak, jangan sedih berlarut dan putus asa. Hidup masih panjang, gak cuman
sebatas daun kelor, daun jati, atau apalagi daun pintu. Masih banyak episode
kehidupan yang bisa kamu nikmati dan jalani, yang mungkin lebih menarik dan
bahagia dari episode yang baru saja terlewat dan bikin kamu sedih. Supaya
kekecewaan kamu gak berlanjut, banyak hal yang bisa kamu kerjakan, seperti :
1. Singkirkan jauh-jauh topik yang menyebabkan kamu
ditolak, lalu ubah prioritas itu sehingga hal tersebut jadi daftar paling akhir
dalam hidupmu
2. Isi waktu kamu dengan segudang kegiatan positif,
seperti olahraga, nonton film, traveling, atau ke perpustakaan dan baca buku,
diskusi sama temen-temen, atau malah kerja sosial. Yang jelas jangan sendirian,
melamun hal-hal yang gak penting, dan hindari lagu-lagu yang mellow gak jelas
supaya kamu gak terbawa suasana
3. Kalau ditolak kerja atau tugas kuliah, yang
penting jangan putus asa. Usaha terus menerus, dan cari ide-ide baru dari
temen, buku, film, atau tempat dan lingkungan baru. Yakinlah di suatu tempat
ada peluang yang tersembunyi diantara tumpukan daun kering atau kabut asap
4. Perbaiki diri, terutama hal negatif yang merugikan
orang lain. Perbaikan dan pengembangan diri bukan berarti harus mengubah jati
diri dan memakai topeng supaya bisa diterima oleh suatu kelompok. Jangan lup,
yakinkan diri bahwa kamu punya kelebihan dan keunikan dari orang lain
5. Perluas pergaulan, jangan menutup diri. Sebab,
makin luas kamu bergaul (tapi tetep pilih pergaulan yang sehat ya boss) makin
besar pikiran kamu terbuka dan menerima bahwa ditolak itu hal lumrah yang semua
orang hadapi
6. Mendekatkan diri dengan Sang Khalik. Untuk kamu
yang punya koneksi dengan dengan Dia, teruslah mendekatkan diri dan minta
petunjuk terbaik menjalani hidup pasca-penolakan. Menurutku, meditasi juga baik
kok. Caranya gampang, dengan duduk bersila, badan tegak, atur nafas
(5-5-5, artinya 5 detik tarik nafas, ambil nafas, dan buang nafas. Lakukan
10-15 menit dalam kondisi ruangan yang tenang biar lebih afdal
7. Rumus terakhir adalah bersyukur dan ikhlas. Emang
susah sih, tapi coba ajah biar kamu bisa lebih menikmati hidup dan gak stress
ama masalah yang kamu hadapi
Meski rasa sakit itu masih ada dalam hati sampai sekarang, setidaknya sudah
berkurang. Aku gak terlalu ambil pusing bahwa aku ditolak (lagi..., ckckckc,
nasib kok isinya cuman ditolak ajah sih) atau aku gagal mendapatkan impian.
Anggap aja kalau halte yang kita singgahi barusan itu ternyata salah atau jelek
dan gak layak. Nah, efektif atau gak cara-cara di atas, semua tergangtung sama
kamu. Yang pasti, it’s time to wake-up guys. Hidup ini terlalu indah kalau
hanya kamu perlakukan dengan kesedihan.
- yuda thant -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar