Rabu, 03 Oktober 2012

Rejected



Siapa sih yang belum atau malahan mungkin tidak pernah sama sekali ditolak? Hampir semua orang pernah merasakan penolakan. Kalau pun ada, wow salut..!! (*angkat 5 jempol, yang 1 jempol minjem ke tetangga)

Contohnya, dosen yang menolak hasil penelitian kita yang sudah dikerjakan mati-matian (atau kalau anak sekarang bilang berdarah-darah), atau ditolak ama perusahaan yang kamu incar sejak belum lulus kuliah, atau permintaan mu untuk jalan-jalan ke Bromo ditolak ama emak-babe karena kamu perginya cuman ama pacar, ditolak bergabung dalam sebuah grup/komunitas karena dianggap kamu gak kompeten, atau malah ditolak mentah-mentah ama cowok idaman yang kamu taksir dan bikin kamu melayang tiap malam membayangkan dirinya. 

Hehehe..., itu lah bentuk penolakan yang mau gak mau kadang terjadi ama diri kita. Lalu apa maksud aku menulis cerita bertema rejected ini?? (kalau ada asap pasti ada api-nya dong). Apa aku barusan ditolak? (kalau dijawab, ntar jadinya curcol, tapi kalo gak dijawab kok kesannya muna ya...)

Yup, aku emang baru saja ditolak. Dan kamu pasti tahu kan rasanya gimana? Seperti tersandung landak, masuk ke dalam lubang buaya, lalu ketiban batu karang, terus dicaplok ama buaya-buaya yang kelaparan. “Jancoookkk.., loro tenan. Ngene tho rasane ditolak! Asu...! lorone cok..!!” Apa lagi yang nolak itu adalah some one yang udah mati-matian kita kejar dan susah payah kita gapai. Gak sedikit pengorbanan dilakukan demi mendapatkan dirinya. Bahkan, prioritas hidup pun sempat dialihkan hanya demi dia. Tapi apa hasilnya? Nol besar. Padahal, semangat juang udah berkobar-kobar dan pantang menyerah. Tapi kok tetap aja hasilnya ditolak.

Sakit, kecewa, dan putus asa. Yah, sempat ngerasain hal yang anak sekarang bilangnya “galau.” Bingung mau ngapa-ngapain, pikiran gak fokus, dan sedih berlarut. Hati terus menggugat kenapa ditolak? Adakah yang salah dan kurang pada diriku??!! Apakah dia terlalu “besar” untuk digapai?? Atau, apakah dia bukan orang yang tepat untuk berbagi dan mengisi hidup bersamaku????

Tiba-tiba, aku terbangun. “Wake-up dude! Move on. Don’t stuck on your puddle!!” Sekarang ini bukan waktunya terlarut dan terjerembab dalam kubangan. “Ayo semangat. Masih banyak mimpi yang bisa kamu raih. Masih banyak kebahagiaan hidup di depan yang belum kamu nikmati. Jangan terhenti di sini hanya karena kamu ditolak. Dunia belum berakhir!!” hati kecil ini berontak marah.

Pelan-pelan, aku mencoba untuk menata ulang prioritas yang kemarin-kemarin sempat berantakan. Belajar melupakan kenangan indah yang pernah diimpikan dan sempat dilakoni berdua. Menjaga jarak agar suasana terasa lebih netral. Mengalihkan fokus hidup bukan lagi pada dirinya. Mensyukuri semua yang telah aku dapatkan darinya, meski itu hanya sesaat dan mungkin semu. Dan yakin, ada rencana terbaik yang disiapkan untuk aku. Bukan sekarang, tapi nanti. 

Mungkin dia memang bukan yang terbaik bro. Anggap aja begitu, itu supaya lu bisa melupakannya,” saran sahabat di kantor lama, yang dulunya anak psikologi.

Penolakan adalah bentuk ketidaksetujuan seseorang atau kelompok terhadap orang atau obyek yang akan dimasukkan/dilibatkan dalam aktivitas mereka. Penolakan ada bentuknya interpersonal ada juga penolakan romantis. Ciri-ciri penolakan yang ditampilkan seseorang/kelompok kepada orang lain adalah dengan perlakukan diam, mengabaikan, mengejek bahkan mengganggu *bullying). Jaman dulu malah ada yang sampai diasingkan atau dikucilkan karena ditolak oleh kelompok yang berkuasa di daerah itu, dengan alasan tidak sefaham atau akan mengganggu kelangsungan hidup kelompok tersebut.

Nah, pengalaman dan kadar rasa penolakan tiap orang tentu saja beda-beda. Semua bergantung pada karakter, kondisi sosio-psikologi, besarnya tekanan (perlakukan) penolakan, juga lingkungan sekitar orang tersebut. Parahnya, jika orang yang ditolak ternyata over sensitif (haduh.., untung udah belajar supaya aku gak terlalu sensitif, hehehe :P ). Kecenderungan negatif berupa konsekuensi psikologi yang bisa muncul dari dampak penolakan adalah perasaan rendah diri, agresi (perasaan marah), kesepian, hingga depresi.

Secara emosional, penolakan itu menyakitkan (setujuuuu..!! *sambil mengepalkan tangan ke atas tanda menyetujui). Sebab, setertutup apapun seorang individu, secara alamiah dia membutuhkan kelompok atau orang lain yang mau menerimanya (manusia sebagai makhluk sosial). Bahkan, kata Opung Abraham Maslow dalam teori hirarki kebutuhan manusia-nya, kebutuhan ketiga manusia adalah kebutuhan untuk disayangi dan dicintai (diterima) oleh orang lain. Jadi, sadar-gak sadar atau mau-gak-mau, ternyata kita emang butuh yang namanya cinta yah... (haduh capek deh.., padahal baru ajah mau menghapus kata cinta dalam kamus hidup ane).

Ok, back to business. Penolakan bisa dianggap juga sebuah ancaman terselubung dong kalau begitu. Soalnya, penolakan yang terus menerus, gak terkontrol, berlebihan, dan tidak tersolusikan, dapat menimbulkan reaksi individual ataupun sosial. Orang yang ditolak, umumnya akan gelisah, marah, dan bersikap terlalu khawatir dengan penolakan-penolakan lanjutan sehingga malas beraktivitas lagi. Atau malah mungkin berperilaku anarkhis dan ujung-ujungnya menyiksa diri dan bunuh diri. (duhh.., amit-amit jabang monyet.. *sambil ketok-ketok meja tiga kali). 

Singkat kata, buat kamu galauers-galauers yang sekarang lagi kecewa akibat ditolak, jangan sedih berlarut dan putus asa. Hidup masih panjang, gak cuman sebatas daun kelor, daun jati, atau apalagi daun pintu. Masih banyak episode kehidupan yang bisa kamu nikmati dan jalani, yang mungkin lebih menarik dan bahagia dari episode yang baru saja terlewat dan bikin kamu sedih. Supaya kekecewaan kamu gak berlanjut, banyak hal yang bisa kamu kerjakan, seperti :
1.  Singkirkan jauh-jauh topik yang menyebabkan kamu ditolak, lalu ubah prioritas itu sehingga hal tersebut jadi daftar paling akhir dalam hidupmu 
2.  Isi waktu kamu dengan segudang kegiatan positif, seperti olahraga, nonton film, traveling, atau ke perpustakaan dan baca buku, diskusi sama temen-temen, atau malah kerja sosial. Yang jelas jangan sendirian, melamun hal-hal yang gak penting, dan hindari lagu-lagu yang mellow gak jelas supaya kamu gak terbawa suasana
3.  Kalau ditolak kerja atau tugas kuliah, yang penting jangan putus asa. Usaha terus menerus, dan cari ide-ide baru dari temen, buku, film, atau tempat dan lingkungan baru. Yakinlah di suatu tempat ada peluang yang tersembunyi diantara tumpukan daun kering atau kabut asap
4. Perbaiki diri, terutama hal negatif yang merugikan orang lain. Perbaikan dan pengembangan diri bukan berarti harus mengubah jati diri dan memakai topeng supaya bisa diterima oleh suatu kelompok. Jangan lup, yakinkan diri bahwa kamu punya kelebihan dan keunikan dari orang lain
5.   Perluas pergaulan, jangan menutup diri. Sebab, makin luas kamu bergaul (tapi tetep pilih pergaulan yang sehat ya boss) makin besar pikiran kamu terbuka dan menerima bahwa ditolak itu hal lumrah yang semua orang hadapi
6.    Mendekatkan diri dengan Sang Khalik. Untuk kamu yang punya koneksi dengan dengan Dia, teruslah mendekatkan diri dan minta petunjuk terbaik menjalani hidup pasca-penolakan. Menurutku, meditasi juga baik kok. Caranya gampang, dengan duduk bersila, badan tegak, atur nafas (5-5-5, artinya 5 detik tarik nafas, ambil nafas, dan buang nafas. Lakukan 10-15 menit dalam kondisi ruangan yang tenang biar lebih afdal
7.    Rumus terakhir adalah bersyukur dan ikhlas. Emang susah sih, tapi coba ajah biar kamu bisa lebih menikmati hidup dan gak stress ama masalah yang kamu hadapi

Meski rasa sakit itu masih ada dalam hati sampai sekarang, setidaknya sudah berkurang. Aku gak terlalu ambil pusing bahwa aku ditolak (lagi..., ckckckc, nasib kok isinya cuman ditolak ajah sih) atau aku gagal mendapatkan impian. Anggap aja kalau halte yang kita singgahi barusan itu ternyata salah atau jelek dan gak layak. Nah, efektif atau gak cara-cara di atas, semua tergangtung sama kamu. Yang pasti, it’s time to wake-up guys. Hidup ini terlalu indah kalau hanya kamu perlakukan dengan kesedihan.

- yuda thant -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar