Konon, di suatu masa, hidup seorang raja bersama
istrinya yang terkenal rajin. Mereka berdua suka terjun melihat langsung
kondisi rakyatnya. Saat tiba di deretan gubuk petani miskin, mereke berdua
sedih melihat kondisi tersebut. Raja berujar iba pada nasib mereka, “setekun
apa pun mereke bekerja, tetap saja hidup dalam kemiskinan. Terkadang, aku tidak
memahami maksud para Dewa,” ujarnya.
Istri raja tidak setuju dengan pendapat itu. Menurutnya,
ada peran perempuan yang hilang dan tak berfungsi baik dalam keluarga petani
tersebut. Makanya, istri raja pun menyampaikan idenya. “Izinkan aku tinggal di
dalam gubuk itu selama beberapa bulan, dan biarkan istri petani tinggal di
dalam istana. Dan, kau akan memahami maksudku.”
Permintaan istri raja dikabulkan. Saat bertukar
posisi, Ratu terkejut melihat betapa kotornya gubuk milik si petani. Maka, dia
mulai membersihkan semua sudut rumah sampai tiap perlengkapan dapurnya. Alas rumah
yang berupa tanah lembab ditutupnya dengan kotoran sapi yang mengeras bercampur
bubuk kapur. Petani tidak dia biarkan duduk-duduk santai, tapi disuruhnya
bekerja apa pun yang bisa dia ditemukan. Tiap sen uang yang dihasilkan petani
saban sore, disisihkan (ditabung) Ratu ke dalam periuk.
Setelah beberapa pekan, si petani memiliki uang
untuk membeli kambing yang susunya bisa dijual atau diminum sendiri. Di lain
tempat, istri petani yang tinggal di istana masih bersikap seperti di gubuknya,
bermalas-malasan, berantakan, dan bersikap kasar. Setelah beberapa bulan berjalan
sesuai permintaan Ratu, nasib keuangan petani pun berubah, bahkan dia sudah
tahu bagaimana seorang perempuan itu harusnya bersikap dalam sebuah keluarga.
Ratu pun berujar, “masalah ini tidak ada
hubungannya dengan para dewa. Kebahagian dan kemakmuran sebuah keluarga
bergantung pada pada perempuan,” ujarnya. Cerita ini aku cuplik dari buku “101
Kisah Inspiratif dari India, by Eunice de Souza.”
Kisah semacam ini bukan hanya dongeng, tapi
menurutku adalah refleksi kehidupan nyata yang terjadi sampai saat ini.
Perempuan di sejumlah masyarakat, komunitas dan wilayah, masih dianggap sebagai
anggota penduduk kelas dua. Nasibnya, belum merdeka seutuhnya. Banyak kekangan,
batasan, juga aturan yang membelenggunya. Bahkan, di masyarakat yang sudah
mengaku modern pun, tetap melihat perempuan sebagai individu yang tidak
penting, rapuh, dan butuh perlindungan.
Aku mau menghubungkan cerita “Istri Raja dan Istri
Petani” itu dengan konsep pemberdayaan perempuan. Minggu lalu, di kelas sempat
dibahas tentang indikator pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan kaum perempuan
umumnya terganjal konsep kodrat perempuan yang sering menjadi “lubang hitam” sehingga
sampai kini masih banyak perempuan yang tidak berdaya. Kondrat perempuan
hanyalah empat, yakni menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Keempat hal
ini adalah yang tidak dimiliki dan bisa
dilakukan oleh laki-laki. Sisanya, hakikat perempuan dan laki-laki adalah sama.
Untuk berdaya, perempuan harus memulainya dari
level individu, keluarga, sampai lingkungan sosial. Menurut UNDP, dimensi
pemberdayaan perempuan adalah pada pemberdayaan ekonomi, sosial, politik, dan
hukum. Pada pemberdayaan ekonomi, meliputi peluang memperbesar pendapatan,
akses luas terhadap pelayanan dan penguasaan pada sumber daya. Di pemberdayaan
sosial meliputi adanya lingkungan yang kondusif dan kesetaraan hubungan
laki-laki dan perempuan. Pada sektor politik dan hukum, meliputi memperbesar
partisipasi dan kesempatan memberikan pendapat dan mengambil keputusan, serta
menyadarkan hak dan wewenangnya sebagai warga sebuah negara yang dilindungi
hukum.
Dari kisah Ratu yang berperan aktif dalam
menentukan nasibnya sebagai perempuan dan istri di sebuah rumah tangga,
membuktikan bahwa kesejahteraan keluarga itu bisa bangkit dari keterpurukan dengan campur tangan perempuan. Istri
harusnya diberi kesempatan untuk ikut memutuskan finansial sebuah rumah tangga,
memelihara lingkungan rumah tetap sehat, kondusif, dan produktif. Perempuan juga
punya peran membangun keluarga dan masyarakat. Lihatlah perempuan di sekitarmu. Betapa mereka banting-tulang demi keutuhan sebuah keluarga. Tengoklah ibumu, kakak/adik perempuanmu, istrimu, atau perempuan yang baru saja kau lewati di tikungan jalan tadi.
Tak heran jika ada kalimat singkat yang mengatakan, “dibalik kesuksesan seorang laki-laki, berdiri tegar sosok perempuan.” Maka, berbanggalah Anda yang sebagai perempuan. Mulailah Anda memberdayakan diri Anda sendiri. Bukan harus berbentuk hasil atau wujud yang "besar", tapi mulailah dari yang paling sederhana atau simple. Do it now...!, jadilah istri raja, jangan istri petani, seperti dalam cerita ini.
Tak heran jika ada kalimat singkat yang mengatakan, “dibalik kesuksesan seorang laki-laki, berdiri tegar sosok perempuan.” Maka, berbanggalah Anda yang sebagai perempuan. Mulailah Anda memberdayakan diri Anda sendiri. Bukan harus berbentuk hasil atau wujud yang "besar", tapi mulailah dari yang paling sederhana atau simple. Do it now...!, jadilah istri raja, jangan istri petani, seperti dalam cerita ini.
-yuda thant-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar