Awal tahun 2013, berita mengejutkan datang dari Los Angeles, Amerika
Serikat. Hugh Hefner (86) menikahi gadis belia berusia 26 tahun Crystal Harris,
pada malam pergantian tahun 2012-2013. Bagi Hefner, pendiri dan pemilik Majalah
Playboy, ini adalah pernikahannya yang ketiga, sedangkan bagi Harris, ini
adalah pernikahannya yang pertama. Dari pengakuan Harris, dia merasa bahagia
meski pernikahan tersebut sempat tertunda selama 1,5 tahun karena mereka putus
tunangan pada Juni 2011 lalu.
Banyak anggapan di masyarakat bahwa memasuki usia 50 tahun, laki-laki akan
mengalami tahapan impotensi sekunder atau bahkan disfungsi seksual. Mereka
tidak lagi memeiliki hasrat berhubungan seksual. Ketakutan yang bersumber dari
kesalahan informasi dan mitos menyesatkan ini malah membuat laki-laki terbebani
dan takut melakukan persetubuhan (senggama) dengan istrinya. Akhirnya
menimbulkan kerugian karena memunculkan impotensi (imptensi sekunder, yakni hilangnya
potensi seksual dari kondisi yang sebelumnya normal).
Akan tetapi anggapan itu bisa dibantah oleh peneliti dari University of
Western Australia, Zoe Hyde, yang mengatakan bahwa 1 dari 5 laki-laki masih
menganggap seks itu penting. Sebab
selama ini lanjut usia disebut tidak memiliki minat seksual. Bahkan, dalam
penelitian di Australia menyebutkan, 49 persen laki-laki usia 75-95 tahun
menganggap seks masih penting dalam kehidupannya.
Sementara itu, penelitian tahun 2007, yang diterbitkan dalam New England
Journal of Medicine, melaporkan lebih dari 50 persen laki-laki Amerika berusia
65-74 yang disurvei, masih melakukan aktivitas sesksual. Begitu pula 26 persen
dari laki-laki yang berusia 74-85 tahun. Penelitian ini terkait berkurangnya
aktivitas seksual pada laki-laki yang lebih tua, karena kurangnya gairah
seksual pasangan, keterbatasan fisik, penyakit yang diderita, hingga gangguan
akibat penggunaan obat-obatan.
Depresi dan vitalitas
Teori menyebutkan jika usia menua, hormon testosteron pada pria berkurang,
yang mengakibatkan libido menurun, dan berdampak pada kesehatan. Namun, menurut
penelitian Universitas of Sydney Australia, terungkap bahwa hormon testosteron
tidak akan berkurang, kecuali kondisi kesehatan menurun.
Penyebab impotensi itu kompleks, dan tidak bisa disama-ratakan pada setiap
individu. Gangguan kesehatan, ejakulasi dini, hingga perasaan cemas dan malu,
bisa saja menjadi penyebabnya. Lelaki yang mengalami impotensi tidak selalu sama
penyebab dan pemicu penyakitnya, sehingga tindakan solusi yang perlu dilakukan
pun berbeda-beda. Dua penyebab besarnya adalah faktor psikologi dan
fisik/organis.
Dulu, faktor psikis dianggap faktor dominan penyebab impotensi, namun fakta
baru menunjukkan faktor psikis hanya memengaruhi sekitar 20-30 persen. Sisanya,
penyebab impotensi adalah akibat gangguan rangsangan syaraf dan gagalnya aliran
darah ke daerah penis sehingga sulit melakukan ereksi atau gagal mempertahankan
ereksi.
Gangguan psikologis yang menyebabkan impotensi dikarenakan oleh gangguan
kejiwaan, pengaruh luar/lingkungan, sehingga tanggapan seseorang menjadi
negatif. Misalnya, pengaruh perilaku istri, perilaku mertua, rasa berdosa
terhadap istri karena selingkuh, lebih menikmati masturbasi, dan tekanan stress
akibat target pekerjaan yang harus dicapai. Sementara gangguan oraganik
disebabkan ada kelainan organik, misalnya gangguan pada sistem reproduksi,
peredaran darah, sistem hormon, penyakit infeksi, metabolisme sel, pengaruh
berbagai obat, dan kelainan genetik.
Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan fungsi seksual dari sisi psikis
diantara lain adalah, faktor perkembangan, misalnya dominasi orang tua, konflik
orang tua-anak, trauma masa kecil, dan pengalaman senggama pertama kali.
Kemudian faktor efektif, yakni kecemasan, rasa bersalah, dan takut membuat
hamil. Stress hingga depresi yang berlebih adalah pemicu impotensi.
Selain itu, faktor interpersonal, seperti komunikasi tidak baik, kejenuhan,
dan hilangnya daya tark fisik, juga faktor kognitif, seperti informasi dan
mitos yang salah yang selama ini diyakini oleh masyarakat, khususnya laki-laki.
Ada juga faktor lainnya, misalnya ejakulasi dini, yang jika berlanjut dan tidak
diatasai bisa mengarap pada rasa tidak percaya diri dan berakhir pada
impotensi.
Sementara itu, faktor-faktor fisik yang dapat mengakibatkan impotensi
adalah gangguan anatomik, gangguan jantung dan sistem pernapasan, gangguan
hormon, serta gangguan syaraf juga gangguan pembuluh darah dan gangguan darah. Pengaruh
obat-obatan yang berlebihan, seperti obat darah tinggi dan obat penenang,
hingga konsumsi alkohol dan dampak operasi prostat, juga memengaruhi seorang
laki-laki lanjut usia mengalami impoten. Banyak kasus dijumpai impotensi pada
lansia adalah karena pengaruh obat-obatan yang dikonsumsinya.
Adanya gangguan penyakit juga bisa mengakibatkan impotensi, sperti penyakit
diabetes, kolesterol tinggi, multiple sklerosis, peyakit tulang belakan bagian
bawah, juga gangguan pembuluh darah akibat merokok dan menurunnya kadar hormon
androgen. Penelitian di University of Sydney Australia menyatakan bahwa berkurangnya
kadar testosteron lebih karena obesitas, sebab tumpukan lemak di tubuh
menghasilkan enzim aromatase yang mengganggu produksi lemak, juga adanya penyakit
jantung.
Banyak laki-laki menderita impotensi sekunder karena ketidaktahuannya. Selain
faktor usia, adanya beberapa penyakit dan penggunaan obat-obatan juga
mengurangi kemampuan seksualitas pada laki-laki. Rasa takut berpenampilan
demikian membuat golongan pria tertentu tidak berani mendekati istrinya untuk
bersenggama dan akhirnya menjadi benar-benar impoten.
Perlu dipahami bahwa lansia butuh waktu lebih lama dan rangsangan lebih
kuat untuk bisa terangsang dan mengalami ereksi. Menghilangnya potensi seksual,
dapat dilihat dari berat ringannya kelainan itu, yakni impotensi absolut
(mutlak) yakni terjadi pada tiap keadaan dan kapan saja; impotensi selektif,
terjadi pada keadaan tertentu saja; dan impotensi relatif, yakni pada saat
tertentu saja. Ada tiga macam penyebab impotensi, yaitu karena kerusakan organ
(jarang sekali terjadi); karena gangguan fungsi syaraf atau kelelahan; dan gangguan
psikis akibat emosi dan perasan tidak selera.
Impotensi sering disebut disfungsi seksual, yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah dari dan menuju ke zakar. Penyumbatan itu terjadi
karena kolesterol, diabetes, atau kebiasaan merokok, yang umum terjadi seperti
penyempitan pembuluh darah pada penyakit jantung koroner dan stroke. Pada
lansia, impotensi juga dapat disebabkan oleh trauma operasi pada urat darah di
sekitar zakar, taruma sumsum tulang belakang, pembesaran kelenjar prostat,
penyakit venerik (kelamin), difteri, TBC, malaria, diabetes, obat penenang,
alkohol, obat antidepresi, hingga heroin.
Menurut Sukarho Soebardi, dokter spesialis pada Divisi Metabolik Endokrin
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS
Cipto Mangunkusumo, ada beberapa penyakit yang menyebabkan disfungsi ereksi.
Seperti yang dikutip dalam Kompas.Health, penyakit yang dianggap berisiko besar
menimbulkan impotensi adalah depresi (90 persen), diabetes (64 persen), dan
hipertensi (52 persen).
Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan Australia University of
Sydney, menyimpulkan bahwa kadar testosteron dan libido tidak ikut menurun saat
laki-laki menjadi tua. Tetapi, penurunan kadar testosteron akibat turunnya
kualitas kesehatan secara umum. Menurut David Handelsman, ketua peneliti,
penurunan gairah seks terjadi akibat menderita obesitas atau penyakit jantung,
dibandingkan akibat penuaan. Dalam sebuah penelitian yang lain malah disebutkan
lelaki yang tidur kurang dari 5 jam di waktu malam dalam jangka waktu lebih
dari sepekan, akan memiliki kadar testosteron yang lebih rendah dibandingkan
dengan yang beristirahat cukup.
Bertambahnya usia, memang mengakibatkan penurunan kemampuan ejakulasi pada
seorang laki-laki, dan ini merupakan gejala alamiah yang harus disadari oleh
suami dan pasangannya. Seperti kemampuan ereksi yang biasanya lebih lama, saat
lansia akan lebih singkat, demikian pula kemampuan ejakulasinya tidak sekuat
saat masih muda.
Para ahli kedokteran mengatakan, 90 persen kasus impotensi disebabkan oleh
faktor fungsi. Ini menunjukkan bahwa kondisi alat kelamin baik-baik saja, tapi
kerusakan terjadi akibat gangguan fungsi organ itu ditambah dengan segi
kejiwaan seseorang yang terkat dengan perilaku seksualnya.
Melihat semua penyebab yang ada, jadi faktor usia, kini bukan menjadi
kambing hitam bahwa seorang laki-laki normal (sehat) mengalami impotensi.
Sejarah gaya hidup dan pola hidup yang tidak sehat, menjadi faktor terkuat
kondisi kesehatan seorang laki-laki pada usia senja, termasuk kesehatan
reproduksinya. Kebiasaan merokok, meskipun dampak impotensi sudah tertulis pada
label peringatannya di tiap bungkus, realtif sulit dihentikan oleh para
laki-laki perokok. Demikian konsumsi makanan berkolesterol tinggi, yang
cenderung enak (menggugah selera) dan mudah didapatkan di kota besar.
Selagi kita masih muda, jadi lebih baik upaya meminimalkan risiko impotensi dimulai dari sekarang, sebelum terlambat dan menyesal di kemudian hari. Memang sudah banyak obat yang ditawarkan, tapi lebih baik mencegah dari pada mengobati. Sebab, kita cuma mengeluarkam biaya sekali dengan mencegah, ketimbang mengobati, keluar biaya dua kali, dan berlipat.
Ambil cara yang paling mudah, dengan membatasi atau mengatur pola makan. Kalau suka mengonsumsi daging dan makan berlemak, sebaiknya mulai dikurangi. Jika biasanya tiap hari, dikurangi jadi seminggu 5 kali. Dan kalau sudah terbiasa, jadi seminggu 3 kali, dan seterusnya. Demikian pula jumlah makanan yang dikonsumsi, sebaiknya tidak berlebih untuk menghindari obesitas. Bukan kuatitas yang ditambah, tapi kualitas yang ditambah.
Yang paling penting, terutama bagi perokok, adalah mengurangi, bahkan kalau bisa menghentikan kebiasaan merokok. Sebab, dengan berhenti merokok, segudang risiko penyakit bisa dihindari, termasuk impotensi. Heran juga, meski sudah ada label peringatan di tiap bungkus rokok, dan tulisan impotnesi terterra dengan jelas, tetap saja perokok itu doyan menghisap rokok. Apa anda juga demikian??
Daftar Pustaka
Suparto, H.
Seks untuk Lansia. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2000
Pinem, Saroha. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Indo Media.
Jakarta. 2009
Camacho, ME and Rayes-Ortiz, CA. Sexual Dysfunction in the Elderly: Age or
Disease?. International Journal of Impotence Research. Nature Publishing Group.
2005.
-yuda thant-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar