Kita adalah makhluk sosial. Kita tak gak hidup tanpa orang lain atau
makhluk lain. Mau gak mau, kita bergantung dan menjadi tempat bergantung bagi
manusia lainnya. Kita butuh dan dibutuhkan oleh orang lain. Jika bukan menit
ini, pasti menit berikutnya kita membantu dan dibantu mereka yang ada di
sekeliling.
Sadar atau gak sadar, kita membentuk sebuah kelompok dalam segala aktivitas.
Gak bermaksud menyamakan, tapi hampir semua makhluk di muka bumi ini membentuk
kelompok, koloni, grup, atau kawanan yang punya satu atau lebih variabel yang
sama lho. Seperti sekawanan serigala hutan, koloni semut rang-rang, kelompok
singa afrika, kerumunan monyet ekor panjang, sampai sekumpulan remaja gaul yang
super galau. Meski kadang berkelana sendri, tapi semua makhluk itu pasti
terikat pada salah satu kelompok.
Balik lagi ke kita. Manusia pun membentuk kelompok-kelompok dalam
kehidupannya. Mulai dari yang skala kecil dan rumahan, sampai skala masif yang
mendunia. Seperti kelompok arisan ibu-ibu, baik yang dikampung dengan bahan
arisan panci dan kompor, sampai ibu-ibu gedongan dengan bahan arisan cincin
gelang permatan 24 karat (tapi gak karatan lho!). Atau kelompok belajar di
kelas/kampus, grup musik atau band, komunitas bike to work, komunitas
fotografi, grup jalan-jalan murah alias backpacker, atau genk main.
Seperti aku bilang di atas, sebuah kelompok pasti punya satu atau dua variabel yang sama. Misal, sama-sama
suka musik dangdut, sama-sama doyan makan es krim, sama-sama suka jalan ke
gunung, merasa sama sukunya, merasa sama asal kampungnya, merasa sejalan ide
dan pemikirannya, atau pun merasa setara kekayaannya. Sebuah kelompok muncul
karena punya tujuan dan dasaran, yang kadang gak sengaja terbentuknya.
Kelompok itu ada yang formal ada juga yang informal. Kalau yang formal
bentuknya kelompok tugas dan komando, sedangkan yang informal adalah kelompok
kepentingan dan persahabatan. Nah, kalau alasan membentuk sebuah kelompok itu
biasanya ada lima, seperti kebutuhan, kedekatan, daya tarik, tujuan kelompok
itu sendiri, dan ekonomi. Tiap orang yang ada di dalamnya pun punya peran
masing-masing. Ada yang berperan sebagai motor penggerak, penyemangat,
penyuplai dana, sampai penggembira. (Lalu, kelompokmu masuk yang jenis apa?)
Dalam kelompok besar, bisa dipastikan ada kelompok-kelompok kecil. Kadang,
keberadaan grup-grup kecil ini bisa memperkokoh posisi sebuah kelompok besar,
tapi bisa juga sebaliknya, meruntuhkan! Eksisnya kelompok kecil bisa aja jadi
modal kekuatan, apabila anggotanya terpuaskan oleh rezim yang menjalankan roda kelompok
besar itu. Namun, bisa jadi bumerang jika kelompok kecil tidak puas dan kecewa
pada rezim yang berkuasa. Ini lah yang disebut dinamika dalam sebuah kelompok. Naik-turun,
pasang-surut, atau timbul-tenggelam.
Agar kelompok ini terus berjaya, kalau kata anak gaul sekarang bilang “tetep
eksis,” butuh yang namanya penyamaan “mimpi” dan penyegaran. Makanya,
sering-seringlah berkomunikasi aktif antar-anggota kelompok, saling menerima,
memberi motivasi, bertanggung jawab menjalankan perannya, dan meningkatkan
kepaduan dan kepuasan di dalam kelompok tersebut.
Jadi, jangan heran kalau melihat ada grup band yang bubar, padahal belum
ada setahun album perdananya meluncur ke pasar. Genk jaman sekolahan berantakan
karena masalah sepele. Atau partai politik yang gak muncul lagi di pemilu 2014
nanti karena pengurusnya udah bubar
jalan sendiri-sendiri. Itu karena manajemen yang buruk dan bad organizing!!!
Seorang sahabat pernah bilang, selalulah berpikir
positif supaya bisa menyingkirkan
personal dan interpersonal block saat kita berinteraksi dengan orang lain. Punya
sikap yang “nerimo” alias terbuka pada
tiap pendapat orang lain dan mencoba selalu berempati.
Loyalitas dan
komitmen pada
grup itu juga penting lho. Dan yang gak kalah pentingnya, mampu mengaplikasikan
kerja sama dalam
tiap pengambilan keputusan yang efektif dan efisien.
(Kalo jurus yang terakhir itu emang agak berat, soalnya kita harus punya rencana, dan leader yang mumpuni, sampai sistem kontrol kelompok
yang berkembang).
Salah satu cara memompa semangat dan membangun (kembali) kelompok, adalah
dengan proggram outbond atau outing. Bentuk-bentuk itu adalah upaya team
building atau membangun kelompok, yang kini banyak dilakukan di perusahaan,
instansi, dan lembaga apa pun. Bentuknya dari yang sederhana dengan modal suara
dan gerak tubuh, sampai yang paling rumit dengan peralatan keselamatan.
Lalu, kapan kita melakukan team building? Itu sih bergantung dengan kondisi
dan situasi dalam kelompok tersebut. Bisa sekarang, bisa besok, bisa juga tahun
depan. Bergantung seberapa parah sih kerentanan, ketidakharmonisan, atau
keretakan yang menjalar dalam kelompokmu. Lokasinya kegiatan team building pun
gak harus di luar ruang, di luar kota, atau di vila di atas gunung. (Boleh lah
kalau budget mencukupi, tapi kalau gak ada duit, di halaman kantor juga boleh
kok!)
Contoh permainan team building yang paling sederhana adalah “seven-up.” Caranya: bentuk lingkaran, lalu
sebutkan angka mulai dari satu dan seterusnya, tiap angka tujuh (7), kelipatan
tujuh, atau bilangan yang mengandung angka tujuh, diganti kata “dor”. Peserta yang
salah sebut, akan dikeluarkan dari lingkaran, hingga tersisa satu pemain yang
paling konsentrasi. Atau “hula-hup,”
yakni memindahkan hula-hup dari peserta paling ujung ke peserta di pangkal
barisan yang saling bergandengan tangan.
-yuda thant-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar