Semua orang berhak
mendapatkan keadilan, termasuk dalam hal kesehatan. Sebab, sehat adalah salah
satu bagian dari hak asazi manusia. Sepertinya, hal inilah yang coba diangkat
menjadi isu utama rencana kerja oleh Bu Nila Moeloek, selaku Menteri Kesehatan
dalam Kabinet Kerja, yang tertuang dalam artikel Kompas (Sabtu, 15 Novermber
2014) halaman 14.
Bu Menteri, menyatakan
bahwa 96,7 juta penduduk di Indonesia membutuhkan jaminan kesehatan atas dasar
ketidakberdayaan mereka mengakses pelayanan kesehatan dasar. Namun, 10,3 juta
dari penduduk itu belum sama sekali belum terjamin oleh bantuan jaminan
kesehatan. Padahal, sebagai warga negara, mereka berhak mendapatkan hak yang
sama dengan orang yang mampu mengakses pelayanan kesehatan.
Karena miskin, sakit
mereka semakin parah. Karena daerahnya terpencil, tidak ada tenaga medis dan
fasilitas kesehatan yang memadai. Karena biaya obat mahal, mereka memilih
membeli obat sembarangan. Karena pelayanan di puskesmas sekadarnya, mereka
memilih ke rumah sakit, meski tidak punya duit untuk berobat. Karena anggaran
untuk kesehatan dari pemerintah daerah minim, pengadaan obat dan fasilitas
kesehatan terbatas. Karena mereka tidak tahu, sehingga lingkungan yang kotor
dan kebiasaan hidup yang buruk tetap dipelihara.
Masalah kesehatan tidak
bisa dilihat dari satu sisi, atau harus dilihat secara keseluruhan. Sebab,
kesehatan dalam bahasa Inggris adalah health, yang dalam Bahasa Inggris Kuno
health mengacu pada kata “whole” yaitu seluruhnya. Sehingga, tak salah jika
kesehatan dilihat sebagai suatu entitas yang “holistik.”
Benar kata Bu Menteri,
bahwa kesehatan itu nggak bisa berdiri sendiri. Kesehatan harus dilihat dari
berbagai segi. Sehat bukan berarti badan itu tidak sakit dan tidak ada luka.
Tetapi sehat itu berarti juga kondisi mental (jiwa) kita tidak mengalami
gangguan, bahkan hidup sejahera secara sosial dan ekonomi. Statement ini sesuai
dengan definisi sehat dari World Health Organization (WHO) yang menyatakan
bahka kesehatan bukan semata-mata tidak adanya penyakit maupun kecacadan pada
tubuh.
Oleh karena itu,
menyelesaikan masalah kesehatan juga tidak bisa dilihat hanya dai satu kaca
mata kesehatan (medis). Masalah itu harus dicermati, diterawang, bahkan
ditelusuri dari beragam kaca mata dan bingkai, seperti kaca mata ekonomi,
sosiologi, budaya, bingkai teknologi dan informasi, gender, transportasi,
lingkungan, dan bingkai-bingkai lainnya. Sebab, belum tentu problematika kesehatan itu
bermuara di masalah medis seseorang.
Banyak determinan sosial
yang memicu teradinya masalah kesehatan. Mulai dari masalah tidak adanya tenaga
kesehatan di puskesmas terpencil, pengangguran, kemiskinan, lansia, kenaikan
BBM, jalan desa yang buruk, tidak ada MCK, tidak tersedia air bersih, hingga
luapan lumpur gas pun bisa menimbulkan sakit dan penyakit. Jadi, masalah kesehatan bukanlah masalah
gampang yang bisa diselesaikan satu pihak. Kesehatan harus melibatkan banyak
pihak, banyak prespektif, dan banyak usaha yang berkelanjutan.
Mencegah Lebih Baik
Bu Menteri juga
menekankan, keadilan kesehatan tidak mungkin terwujud jika pengentasannya hanya
terpusat pada upaya kuratif atau pengobatan pasien. Problema kesehatan harus
mulai ditangani sebelum masyarakat sakit, yakni dengan upaya promotif dan
preventif (pencegahan).
Jika kita
berandai-andai. Berapa miliaran rupiah anggaran yang digelotorkan dan berapa
lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat seluruh penduduk sehat? Jawabannya
sangat banyak dan tidak mungkin. Sebab, konsep sehat pada masyarakat saat ini
masih konsep lama, yakni tidak sakit. jika sakit maka diobati. Isu kesehatan
bukan prioritas dalam hidup. Sehat dan sakit dilihat sebagai dampak, bukan
sebab. Konsep ini yang masih terbenam dalam otak dan sikap kita, yang
sebenarnya harus diubah.
Konsep sehat yang tepat
adalah preventif dan promotif, bukan kuratif dan rehabilitatif. Promotif adalah
meningkatkan kualitas kesehatan, sedangkan preventif mencegah tubuh menderita
akibat gangguan kesehatan. Sehat tidak lagi mengobati, tapi mencegah. Sebab,
mencegah sakit berarti penghematan dan keuntungan yang diperoleh akan lebih
besar. Tidak sakit berarti kita tidak perlu mengeluarkan biaya mahal berobat;
tidak kehilangan waktu bekerja dan upah kerja; tidak kehilangan kesempatan
mendapatkan pekerjaan; tidak kehilangan waktu bersama keluarga; dan tidak
menderita akibat penyakit. Sehat berarti kita dapat hidup dengan tenang,
bekerja dengan lancar, menikmati liburan dengan nyaman, menabung dan hidup
sejahtera.
Biarkan urusan kuratif
dan rehabilitatif menjadi tanggung jawab pemerintah (seperti kartu sehat dan
jamkesmas). Namun, prefentif dan promotif harus menjadi tanggung jawab kita
sebagai individu dan bagian dari anggota masyarakat. Konsep promotif dan
preventif dapat dilakukan dan dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu
dalam rumah tangga dan diri sendiri. Mulai dengan membiasakan gaya hidup sehat
(tidak merokok, tidak minum miras, dan tidak seks bebas), olah raga teratur,
mengonsumsi makanan bergizi seimbang, dan cuci tangan pakai sabun. Perilaku
hidup sehat di lingkungan sosial juga harus ditingkatkan seperti tidak membuang
sampah sembarangan, buang hajat di WC, menanam pohon, olah raga bersama, hingga
mendaur ulang sampah. Semua itu adalah langkah preventif dan promotif agar kita
sehat, baik fisik, mental, dan sosio-ekonomi.
Wujud hasil dari
perilaku preventif dan promotif memang tidak langsung terlihat. Berbeda 180
derajat dengan perilaku kuratif, yang ces pleng dan bim salabim akan terlihat.
Butuh proses agar perilaku preventif-promotif ini mempertontonkan hasilnya.
Misalnya, dengan menanam pohon, butuh 5-10 tahun akan terlihat perubahan
kualitas udara di suatu kota. Udara menjadi lebih bersih, pencemaran menurun,
risiko warga mengalami gangguan sakit ISPA berkurang. Preventif ini gampangnya
seperti pemberian vaksinasi pada tubuh sewaktu kita bayi. Jika tubuh diberikan
vaksinasi untuk meningkatkan imunitas tubuh, maka risiko menderita suatu
penyakit tertentu akan lebih rendah.
Sehat memang hak setiap orang, tapi sehat juga tanggung jawab semua orang, tanpa terkecuali. Kita berkewajiban menjaga dan mempertahankan kesehatan diri kita sendiri, kesehatan keluarga, hingga kesehatan lingkungan tempat kita hidup. Mulailah dengan mencegah agar tidak sakit; mencegah agar tidak rentan terkena penyakit; mencegah tidak tertular maupun menularkan penyakit; dan mencegah melakukan tindakan yang berisiko menimbulkan sakit. Mulailah pula mempertahankan stamina tubuh agar makin kebal terhadap serangan mendadak si biang sakit. Memang tidak mudah, tapi itu bisa dilakukan.
Tampaknya, tugas Bu
Menteri nggak gampang. Sebab yang diajak berubah untuk berpikir hidup sehat
bukan hanya para petugas kesehatan, tetapi semua penduduk Indonesia, demi
mencapai derajat kehidupan dan status kesehatan bangsa yang berkualitas.
@yudathant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar