"Istirahat 10-15 menit yah. Lalu kita jalan lagi," ujar Fadil. Tanpa suara, kami menyetujui dan mulai merebahkan badan. Iwan, Fadil, dan Ajiz yang selesai salat pun langsung meluruskan punggung di atas lantai marmer masjid.
Kelelahan kami muncul karena perjalanan panjang yang kami tempuh. Sedikitnya 350 km sudah kami tempuh sampai pukul 21.00 ini. Waktu yang kami lalu pun sudah 21 jam.
***
"Mas kita mau Pantai Popoh, ikut yuk!" ajak Fadil. "Kita naik motor. Sudah ada tiga orang yg mau berangkat nih. Kamu ikut yah," pesan dari Fadil masuk berentet di ponsel.
Sepertinya tawaran yang menarik. Pantai Popoh di Tulungagung, katanya bagus dengan tanjung yang selalu ramai dengan kapal-kapal nelayan. "Kamu yakin naik motor? Perjalanan bakal jauh lho. Kalo aku hitung sekitar 150-an km, itu baru sampe Tulungagung. Jadi kalo ditotal-total lama perjalnan naik motor bisa 6-7 jam," aku membalas SMS Fadil.
"Gak apa-apa. Kita lagi pengen jalan-jalan pake motor. Soalnya si Erik pengen banget. Kita berangkat malem ini mas. Soalnya kan besok libur tuh," jawab Fadil. Aku pikir anak-anak ini nekad banget yah. Tapi, berhubung ada yang nantangi nge-bolang naik motor, kenapa tidak. "Oke," kita nanti ngumpul di rumah Ginong.
Sekitar jam 21.00, satu-satu personil mulai berdatangan. Tapi kurang satu, kurang Ade, yang baru pulang dari Jakarta. "Kita jemput Ade dulu, baru langsung kita berangkat ke Kediri," jelas Fadil. Kami menggunakan empat motor, dengan 7 orang peserat "touring". 1 motor GL, dan 3 motor matic. Dan, setelah menjemput Ade, yang ternyata ketiduran sehingga kamarnya harus digedor-gedor, kami pun meninggalkan Surabaya pukul 23.30, menuju Kediri, destinasi kami yang pertama. Di sana, kami akan "numpang" tidur di rumah Mbak Galuh.
Antusias teman-teman nge-bolang naik motor terlihat sekal, sampai-sampai kami terpisah selepas keluar dari Surabaya. Erik-Nana dan Ajiz-Iwan lewat jalur Watu Kosek, sedangkan aku dan Fadil-Ade lewat Krian. Setelah terpisah sekitar 1,5 jam, kami bertemu di Mojokerto, setelam Museum Trowulan, Mojokerto. Kami istirahat sekitar 30 menit lalu melanjutkan lagi perjalanan. "Mas arek-arek laper, kita makan dulu ya," ajak Fadil. Dan, kami pun menepi di sebuah warung pecel yang buka 24 jam di pinggir jalan setelah masuk perbatasan Kabupaten Kediri-Jombang.
Kami tiba di rumah Mbak Galuh tepat saat adzan subuh berkumandang. "Ayo-ayo, abis salat langsung tidur, soalnya besok kita masih jalan jauh lagi lho. Pantai Popoh masih 2 jam-an dari Kediri," aku mengingatkan teman-teman yang berada di ambang semangat dan mengantuk. Sayangnya, tidak semua bisa tidur dan memanfaatkan waktu 3 jam ini untuk istirahat. Erik, ternyata memilih "begadang" dan menghisap batang-batang rokoknya. Sedangkan Nana, karena asma-nya kambuh, terpaksa hanya tidur sekejap.
Paginya, mbak Galuh menyuguhi kami dengan nasi bungkus plus mangga muda untuk bekal kami di pantai. Matahari yang terik mengantar perjalanan kita. "Waduh, lupa bawa sun-block nih. Bisa item kulit," ujar Nana.
Rupanya, karena Erik kelelahan, dia jadi tidak fokus. Rencana perubahan rute tujuan, yakni pantai Popoh yang diganti Pantai Prigi, tidak tercerna dengan baik oleh Erik. Akibatnya, saat di persimpangan, Erik belok ke kiri (arah Pantai Popoh), padahal seharusnya lurus. Kami pun menunggu Erik selama 30 menit, dan ternyata dia memilih istirahat sejenak di masjid untuk menghilangkan kantuknya. "Sudah kita tunggu Erik di pantai aja," usul Fadil. Dan kami pun menyetujuinya.
Jalan dari Kediri menuju Pantai Popoh (Tulungagung) maupun Prigi (Trenggalek) relatif mudah karena sudah banyak petunjuk jalan yang mengarahkan wisatawan. Jalanan menuju kesana juga tidak terlalu ramai, bahkan sudah beraspal semua. Di dekat Pantai Prigi, ada dua pantai lain yang juga saling berdekatan, yaitu Pantai Pasir Putih dan Pantai Karang Gongso. Seperti yang aku pernah tulis di beberapa tulisan sebelumnya, bahwa wilayah selatan Jawa Timur menyimpan deretan pantai yang elok. Tak kalah elok dengan pantai-pantai yang berderet di Jogjakarta dan Jawa Barat. Pantai Prigi di Trenggalek salah satunya.
Pantai Prigi berada di Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo. Kalau dihitung jaraknya dari Kota Trenggalek sekitar 60 km. Pantai ini terletak dekat dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi. Jadi, tidak heran begitu masuk ke kawasan pantai Anda akan disambut dengan pasar ikan yang menyajikan ikan-ikan segar olahan. Warung-warung makan yang menyajikan menu ikan bakar dan olahan lainnya yang bakal memuaskan indera pengecap. "Sruuuppp..., nyam nyam nyam..."
Lagi-lagi kami tiba terlalu siang. Kami sampai di sana sekitar pukul 11.00. Namun, rugi rasanya jika sudah sampai panti tidak bermain air ala-ala petualang "Pirates of Caribbean." Deburan ombak di pantai berpasir ini memang kencang, tipikal pantai selatan Jawa. Tanpa ba bi bu, aku pun langsung menceburkan diri. Gak mikir kulit gosong atau tidak. Hehehe.., toh makin hitam makin seksi (#perspekstif bule).
Kami pun sempat memainkan game "lari estafet." Tim A (Fadil, Ade, Ajiz) melawan tim B (aku, Iwan, dan Nana), dan tentu saja tim B dong yang menang, hahaha..., soalnya kita tim paling keren (#tepok jidat yg belang karena gosong terpapar sengatan matahari).
Setelah salat Ashar dan makan sore dengan menu ikan bakar, kami meninggalkan pantai ini. Oh ya, sebelum pulang, nasib mujur rupanya masih menyertai aku. Sebab, hp "lumpia" ku yang tertinggal di dekat masjid ditemukan oleh anak-anak masjid. Aku tidak sadar kalau hp itu tertingal. Aku baru sadar setelah Fadil menerima telpon dari nomor ku, padahal aku ada di depan dia. Sontak, aku ingat kalau hp itu tertinggal di masjid. Untunglah, masih banyak orang baik dan jujur di muka bumi ini, sehingga alat komunikasi satu-satunya milikku itu tidak raib. "Terima kasih pak ustad, dan adik-adik yang baik. GBU," ucapku setelah menerima hp itu.
Sekitar pukul 17.00 kami sudah keluar dari pantai. Kami melewati Gua Lowo, yang terletak di bukit sebelum masuk ke kawasan pantai. Sebenarnya penasaran seperti apa rupa gua itu, tapi karena teman-teman tidak suka dengan gua yang pasti berbau menyengat tai kelelawar, jadi rasa penasaran ku itu tidak terjawab.
Sempat dua kali berhenti, dan bertukar posisi pengemudi motor -- kecuali aku yang terpaksa nonstop nyetir karena gak ada yang bisa gantiin -- kami sampai di Kabupaten Kediri. "Mas kita mau lewat mana? lewat Kota atau lewat Pare, jalan alternatif yang bisa tembus ke Jombang?," tanya Fadil. Karena aku ragu, aku pun mencoba bertanya kepada pemilik toko yang kami lewati. Si pemilik toko menyarankan untuk lewat kota. Selain jalannya mulus, terang, dan lebih rame. Jalan alternatif Pare-Jombang sebenarnya mulus juga, tapi memang lebih sepi. Jika naik mobil, pasti lebih cepat jika lewat Pare. Waktu tempuh bisa beda 15-30 menit.
Selepas Kediri, masuk Kertosono, personil sudah mulai kelelahan. Semua tampak loyo. Menggunakan sisa-sisa tenaga yang tersimpan. Aku terpaksa bolak-balik ke depan dan ke belakang iring-iringan motor kami. Aku sudah seperti "gembala bebek", menggiring 3 motor matic supaya stabil lajunya dan memastikan sopir-sopirnya tidak ngantuk. Dan sampailah kami di masjid di depan Alfamart, di daerah Jombang, yang menjadi "pos" pemberhentian terakhir sebelum sampai di Surabaya.
Dari rencana awal istirahat 15-30 menit, ternyata kami kebablasan. Semua personil terlelap dalam kantuk. Kami terjaga sekitar 1,5 jam kemudian. Seperti BB yang di-charge tapi tidak full, begitulah kami. Dengan "power" yang paling hanya 20% kami menuntaskan perjalanan touring ini. Lagi-lagi untungnya, arus lalu lintas malam itu tidak ramai, sehingga perjalanan kami relatif cepat, hanya sekitar 1,5 jam. Selain itu, kecepatan motor kami juga dipercepat, jadi di atas 80 km/jam. Pokoknya tarik jabrik, geber abis, supaya cepat sampai di Surabaya.
Dengan mempertahankan model "gembala bebek" rombongan kami pun sampai di lokasi start, rumah Ginong, pukul 23.45. Semua dalam kondisi lelah bercampur puas. Kelopak mata sudah memaksa untuk ditutup. Dan berakhir lah perjalanan nekat 24 jam Surabaya-Prigi-Surabaya. "Waduh.., besok aku ada kuliah. Matek kon!! Aku ngantuk...," ujar ku. "Mas kami besok juga masuk kerja jam 8," ujar Iwan dan Ajiz yang satu kantor. "Hahahaha....," tawa kami dalam lelah.
nb:
Perjalanan ini hanya menghabiskan Rp 75.000-Rp 100.000/motor.
Memang betul-betul ngebolang yang murah-meriah, plus lelah.
Tapi, tetep asik dan menantang kok. Try and fell it!!
- yuda thant -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar